Minggu, 26 Desember 2010

PENDEKATAN MUTAKHIR PENGAJARAN BAHASA

1. SUGGESTOPEDIA
a. Sejarah Perkembangan
Metode ini dirintis pada musim panas tahun 1975 di Bulgaria ketika sekelompok peminat di Institut Penelitian Pedagogy di bawah Georgi Lozanow melakukan penelitian mengenai pengajaran bahasa asing. Pada awal perkembangannya, suggestopedia hanya dicoba di negara-negara Eropa Timur seperti Uni Soviet, Jerman Timur, dan Hongaria (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:62).
Sebagai seorang dokter, psikoterapis, dan ahli fisika, Lozanov percaya bahwa teknik-teknik releksasi (persantaian) dan konsentrasi akan menolong para pembelajar membuka sumber-sumber bawah sadar mereka dan memperoleh serta menguasai jumlah kosa kata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap daripada yang mungkin pernah mereka pikirkan (Richards dan Rodgers, 1993:142-143). Menurut Lozanow, sebagai landasan yang paling dasar suggestopedia adalah suggestology, yakni suatu konsep yang menyuguhkan suatu pandangan bahwa manusia bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan memberikannya sugesti. Pikiran harus dibuat setenang mungkin, santai, dan terbuka sehingga bahan-bahan yang merangsang saraf penerimaan bisa dengan mudah diterima dan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:63).
b. Karakteristik
Ciri-ciri metode ini mencakup suasana sugestif di tempat penerapannya, dengan cahaya yang lemah lembut, musik yang sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat para pembelajar santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa. (Richards dan Rodgers, 1993:142).
Dalam pengajaran bahasa, suasana tenang yang dibutuhkan dicapai dengan berbagai cara, salah satu di antarnya adalah yoga. Pada saat sebelum siswa mulai pelajaran, siswa diminta untuk melakukan yoga yang tujuan utamanya adalah untuk menghimpun kemampuan yang hipermnestik, yaitu suatu kemampuan supermemory yang luar biasa. Di samping perlunya menggali hipermnesia ini, diperlukan pula atmosfer fisik yang mendukung proses belajar mengajar. Atmosfer ini diciptakan dengan pemilihan ruangan yang kondusif untuk proses pembelajaran. Seperti yang telah disinggung di depan, ruang kelas ini dilengkapi dengan kursi yang enak diduduki dan diatur agar bisa santai dan diterangi dengan lampu-lampu yang redup serta diiringi dengan latar belakng musik yang sesuai dengan jiwa bahan pembelajaran yang diberikan.
Suggestopedia tidak percaya pada penggunaan laboratorium bahasa dan tidak pula percaya pada latihan-latihan struktural yang ketat. Latihan dalam bentuk tubian yang mekanistik dipandang tidak akan mendatangkan hasil yang baik. Sebaliknya, suggestopedia menekankan pada penyerapan mental dari bahan pembelajaran yang diterima untuk kemudian direnungkan, dicamkan, dan dipakai bersama siswa lain di kelas.
Pada umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang. Dialog dalam suggestopedia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada kosa kata dan isi, (2) dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa hidup yang riil, (3) harus secara emosional relevan, (4) memiliki kegunaan praktis, dan (5) kata-kata yang baru diberi garis bawah dan disertai transkripsi fonetis untuk lafalnya (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:64).
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Teknik pelaksanaan pengajaran bahasa dengan suggestopedia sangat unik. Untuk kelas yang intensif, pembelajar bertemu selama empat jam sehari, enam kali seminggu, untuk jangka waktu satu bulan. Dengan demikian, satu paket pelajaran terdiri atas 96 jam tatap muka. Untuk menjaga atmosfer kelas agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan, maka jumlah siswa yang paling ideal adalah dua belas, lebih baik jika terdiri atas 6 pria dan 6 wanita.
Menurut Richards dan Rodgers (1993:150-151; baca juga Soenjono Dardjowidjojo, 1996:64-65; Henry Guntur Tarigan, 1988: 262-263), kegiatan pengajaran bahasa dengan suggestopedia terdiri atas tiga bagian, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pertama, diadakan tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran sebelumnya. Ini dilakukan dalam bentuk percakapan, permainan, sketsa, cerita lucu, dan akting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif. Pada bagian ini, praktik yang mekanistik harus dihindari.
b. Kedua, bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak jauh berbeda dengan cara yang tradisional: bahan disajikan dan diperagakan, diikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog yang dipergunakan sebagai bahan pelajaran harus relevan, riil, menarik, dan dipergunakan sesuai dengan isinya.
c. Ketiga adalah bagian yang disebut séance. Séance adalah pertemuan perkuliahan yang tujuannya ialah untuk reinforcement bahan baru pada taraf bawah sadar. Pada tatap muka ini siswa duduk-duduk dan menyantaikan diri mereka dengan postur duduk yang dinamakan Savasana. Kegiatan séance terdiri dari dua macam, yang aktif dan yang pasif, dan kegiatan ini berlangsung selama satu jam. Pada kegiatan aktif, siswa melakukan kontrol terhadap pernapasan dengan ritme sebagai berikut: 2 detik pertama untuk menarik napas, 4 detik kemudian untuk tahan napas, dan 2 detik terakhir untuk istirahat. Proses ini diulang-ulang selama sekitar 25 menit. Pada dua detik tarikan napas, guru menyajikan bahan dalam bentuk bahasa pertama untuk memberikan siswa kesempatan mengerti apa yang akan disajikan dalam bahasa kedua. Pada detik ketiga sampai keenam, siswa menahan napas dan guru menyajikan bahan dalam bahasa kedua. Pada saat ini siswa boleh melihat buku teks dan mengulang secara mental bahan yang sedang disajikan. Pengulangan mental yang merupakan bagian dari inner speech ini oleh para ahli ilmu jiwa Eropa Timur dianggap sangat bermanfaat untuk mmengembangkan hypermnesia. Pada dua detik terakhir dari siklus pertama ini siswa melakukan istirahat pernapasan untuk selanjutnya mengulangi siklus kedua, ketiga, dan sebagainya. Bagian yang pasif dari séance selanjutnya, yang sering juga disebut bagian konser, berlangsung sekitar 20-25 menit. Pada bagian ini siswa mendengarkan suatu macam musik gaya baroque, yakni bentuk musik yang berasal dari abad ke-17 yang penuh dengan ornamentasi dan improvisasi, efek-efek yang kontrastif seperti tercermin pada karya Bach dan Handel. Para siswa menutup mata dan memeditasikan bahan yang diperdengarkan. Konser ini berakhir dengan bunyi seruling yang cepat dan gembira sehingga tergugahlah para siswa dari meditasi mereka masing-masing.
Apabila prosedur tersebut dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang kondusif, metode suggestopedia akan dapat memberikan hasil yang luar biasa. Dalam hal retensi kosa kata untuk bahasa Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia, rata-rata retensinya mencapai 93,16%. Bahkan setelah diselingi waktu sampai hampir tiga tahun pun retensi kosa kata masih sempurna.
Para penganut Lozanov menghasilkan angka yang berbeda-beda. Dalam percobaannya dengan kata-kata bahasa Spanyol, Bordon dan Schuster menyatakan suggestopedia memberikan hasil 2,5 kali lebih baik daripada metode yang lain. Guru-guru di Iowa sedikit lebih baik, yakni mereka memerlukan hanya sepertiga dari waktu yang diperlukan oleh metode lain. Klaim tertinggi dinyatakan oleh Ostrander dan Schruder yang menyatakan bahywa suggestopedia bisa menghasilkan sampai 50 kali lebih baik daripada metode lain (Bancroft dalam Soenjono Dardjowidjojo, 1996:66).
Di samping keberhasilan seperti yang diuraikan di atas, suggestopedia juga memiliki beberapa kelemahan. Omaggio (1986:85) menyatakan bahwa kelemahan metode ini terletak pada bahan masukan secara pedagogis dipersiapkan terlalu eksklusif dan aspek pemahaman membaca dan menyimak terlalu terbatas. Selain itu, Steinberg (1986:193) mengemukakan bahwa suggestopedia hanya cocok untuk kelas-kelas yang kecil dan belum ada ketentuan dan persiapan bagi tingkat-tingkat menengah dan lanjutan.
Soenjono Dardjowidjojo (1996:66) memberikan kritik yang realistis terhadap penerapan suggestopedia. Menurutnya, apabila metode ini diterapkan di Indonesia maka akan terjadi pertentangan antara prinsip dasar suggestopedia dengan realitas yang dihadapi para guru di sekolah. Sebagai guru bahasa di sekolah, mereka harus mengikuti suatu sistem kurikulum yang berlaku, dan sudah barang tentu sekolah tidak mungkin menyediakan ruang yang besar untuk gerakan fisik siswa atau pun ruangan yang nyaman dengan musik klasik, dekorasi ruang yang cerah, dan persyaratan penciptaan kondisi suggestopedia lainnya.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Menguasai jumlah kosa kata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap.
• Para pembelajar cenderung santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa.
2. Kekurangan
• Suggestopedia tidak percaya pada penggunaan laboratorium bahasa dan tidak pula percaya pada latihan-latihan struktural yang ketat.
• Bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang.
2. COMMUNITY LANGUAGE LEARNING (CLL)
a. Sejarah Perkembangan
Community language learning (CLL) tumbuh dari suatu ide untuk menrapkan konsep psikoterapi dalam pengajaran bahasa. Dalam eksperimen yang dimulai tahun 1957, Charles A. Curran menerapkan konsep psikoterapi dalam bentuk konseling. Metode CLL dikembangkan oleh Charles A. Curran, profesor psikologi di Universitas Loyola. Metode ini mengacu kepada dua peran: bahwa dari maha mengetahui (guru) dan siswa (pelajar). Juga metode menarik pada metafora konseling dan mengacu pada peran-peran masing-masing sebagai seorang konselor dan klien. Menurut Curran, konselor membantu klien memahami masalah sendiri lebih baik dengan 'menangkap esensi dari kepedulian klien terkait mempengaruhi kognisi berlaku, pemahaman klien dan menanggapi secara terpisah namun perhatian. Untuk menyajikan kembali, blends konselor apa klien merasa dan apa yang dia belajar untuk membuat pengalaman yang bermakna. Seringkali, peran ini mendukung membutuhkan pengeluaran energi yang lebih besar daripada rata-rata 'guru yang'.
Tugas pelajar bahasa asing, menurut CLL adalah untuk menangkap sound system bahasa arti dasar untuk menetapkan unit leksikal individu dan membangun tata bahasa dasar. Dalam tiga langkah, yang menyerupai CLL pendekatan alam untuk mengajar bahasa di mana seorang pelajar tidak diharapkan untuk berbicara sampai ia telah mencapai beberapa tingkat dasar pemahaman.
b. Karakteristik
Pendekatan jenis ini agak berbeda dengan pendekatan-pendekatan sebelumnya. Community language learning lebih ditujukan untuk menghilangkan kecemasan atau ketakutan (anxiety) peserta didik saat mempelajari bahasa kedua. Konsekuensinya, pendekatan tersebut lebih menekankan ke arah bimbingan konseling daripada pengajaran biasa. Oleh karena itu, guru lebih berposisi sebagai pembimbing yang melatih peserta didiknya. Peserta didiknya pun dipandang sebagai klien, sehingga hubungan antara guru dan peserta didik adalah ibarat pembimbing dan klien.
Pembelajaran berdasarkan atas kesulitan peserta didik. Tujuan dari pembelajaran sendiri adalah untuk membangun hubungan komunikasi dan menghilangkan ketakutan dalam peserta didik saat ia mempelajari bahasa kedua. Terdapat lima tahapan yang dilalui oleh peserta didik menggunakan pendekatan ini. Pertama, peserta didik (klien) masih menggunakan bahasa pertamanya untuk menyampaikan harapan dan keinginannya. Kedua, klien mulai berani menggunakan bahasa keduanya di dalam kelas. Ketiga, klien berani mengungkapkan berbagai hal dengan bahasa keduanya, dan menganggap semua orang di dalam kelas memahami ungkapan tersebut. Keempat, klien bebas menyampaikan ungkapan dengan bahasa kedua dan terjadi hubungan komunikasi dengan peserta didik lain. Kelima, klien dapat menjadi pembimbing untuk membimbing bahasa kedua kepada klien baru lainnya.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
1. Prinsip Dasar CCL
Karena latar belakang pendidikan formal Curren adalah psikoterapi, dia mempararelkan konsep pengajaran bahasa sebagai personal antara seorang ahli ilmu iwa de ngan seorang pasien. Hal ini tercermin dari istilah yang dipakai “client” sebutan untuk para counselor (mahasiswa/guru). Anggapan ini didasrkan bahwa pada saat seorang terjun dalam dunia atau arena yang batru seperti proses belajar-mengajar bahasa dia dikodratidengan berbagai cirri anusia sebagaimana manusia pada umumnya. Dalam lingkungan yang balru dimana dia merasa asing, dia di hinggapi oleh rasa taka man (insecurity), rasa keterancaman (threat), rasa ketidakmenentuan (anxiety), konflik dan berbagai perasaan lain yang secara tak tersadari menghalang-halangi dia untuk maju. Landasan dasar dalam CCL, berbeda jauh dari konsep diatas, tugas utama seorang konselor adalah untukmenghilangkan, atau paling tidak mengurang segala persaan negative para klientnya. Seorang konselor dituntut untuk memiliki s,ikap yang fasilitatif, baik dalam menularka pengetahuannya dan para klien maju dalam satu tahap demi tahap.
Dalam kaitannya dengan dengan keadaan psikologi para siswa. Curran mengajukan enam konsep yang diperlukan untuk menumbuhkan “learning”. Enam konsep ini dicakup dalam satu singkatan yaitu, SARD:
- Security (rasa aman)
- Attention- aggression (perhatian –peran aktif siswa)
- Retention-reflection, dan (refleksi/intropeksi atau tes)
- Discrimination (penjelasan)
2. Tahap Penguasaan
Tahap penguasaan dibagi menjadi lima bagian :
1. Embryonic stage (madasen di celce-murcia & Mcintosh, 1978:35), adalah tahap dimana ketergantungan siswa pada gurunya adalah 100 atau mendekati 100%. Pada tahap ini rasa ketidak menetuan siswa menghalang-halangi dia untuk memakai bahasa asing terutama di depan gurunya dan orang-orang lain yang dia tidak kenal. Tugas guru adalah untuk menghilangkan atau menguarangi perasaaan seperti ini dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan yang layak. Siswa diminta supaya aktifitas yang menjadi minat mereka untuk menyebutkannya dan melakukannya. Kemudian diminta untuk merefleksikan.
2. Self-Assertion Stage, tahap dimana siswa telah mendapat dukungan moral dari rekan senasibnya taupun dari guru mereka. Dan mereka telah mencoba untuk menemukan jati diri mereka sebagai penutur bahasa asing. Pada tahap ini tentu saja bahasa yang mereka gunakan barulah dalam bentuk yang sangat sederhana yang oleh slingker disebut interlanguage, serta ungkapan-ungkpan yang mereka gunakan masih dalam bntuk elementary.
3. Birth Stage, siswa secara bertahap mulai mengurangi pemakaina bahasa ibunya. Dia mulai terbiasa memkai bahasa kedua. Pada tahap ini guru atau konselor harus bertindak bijaksana dan memperhatika segala aspek yang timbul pada tahap ini, dan harus mampu mengatasi lproblem yang dihadapi oleh siswa dengan pendekatan psikologi.
4. Pada tahap ini, siswa tidak lagi banyak diam pada waktu proses embelajaran berlangsung, mereka sudah harus aktif berbicara.
5. Pada tahap terkahir adalah “independent Stage”, tahap dimana siswa telah menguasai semua bahan yang akan dibahas, dan siswa sudah bisa memperluas bahasanya dan memelajalri ula aspek-aspek social dan budaya ada penutur asli.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Metode ini bisa mengatasi beberapa factor afektif yang bersifat mengancam dalam pengajaran bahasa ke-dua (L2)
• Metode ini boleh jadi merupakan sebuah metode yang sangat berguna jika: Guru mencoba menghindari tahap ketergantungan penuh sejak permulaan; Atau menyediakan lebih banyak petunjuk (directiveness) daripada advokasi CLL.
2. Kekurangan
• Penasihat-guru bisa menjadi sangat menggurui (directive)
• Metode ini bergantung pada strategi pembelajaran induktif
• Keberhasilan CLL sangat tergantung pada keahlian menerjemah seorang penasehat (konselor)
3. SILENT WAY
a. Sejarah Perkembangan
Metode Diam, yang dikembangkan tahun 1960-an oleh Caleb Gattengno, dilandasi dengan keyakinan bahwa siswa hendaknya belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru. Gattengno berpendapat bahwa siswa akan belajar lebih baik bila dia mengembangkan tanggungjawab personal atas pembelajarannya sendiri. Jadi, untuk banyak pelajaran, guru tetap diam [bungkam]. Belajar dipandang lebih utama daripada mengajar. Para siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna. Para siswa diperkenalkan dengan materi baru dengan menggunakan tongkat Cuisinare (tongkat-tongkat kecil berwarna dengan ukuran panjang yang beragam) dan serangkaian peta dinding (wall chart). Setelah guru memperkenalkan materi itu, tinggal terserah para siswa untuk menentukan apa yang akan mereka pelajari dan bekerja secara independen untuk mencapai tujuan akademis mereka. Aspek-aspek tertentu dari pendekatan ini, sperti penggunaan tongkat Cuisinare (Cuisinare rod) dan pengembangan kemandirian siswa, masih tetap digunakan. Namun, penggunaan pendekatan ini sudah jarang diterapkan karena dipandang tidak praktis di ruangan kelas, siswa membutuhkan dan menginginkan masukan [input] yang lebih banyak dari guru.
b. Karakteristik
Pendekatan jenis ini digunakan agar peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran di dalam kelas. Guru lebih terkonsentrasi dalam mencermati bagaimana peserta didik berucap dan bagaimana mereka mengucapkan ekspresi- ekspresi tersebut. Guru pun berupaya agar peserta didik mampu mengucapkan berbagai macam kata dengan cara memproduksi kata yang benar, di samping itu untuk melatih spontanitas penggunaan bahasa kedua dalam situasi apapun.
Pendekatan ini nampaknya cocok sekali dalam pembelajaran speaking dan listening. Hal ini dikarenakan guru tidak diperbolehkan memberi tahu kosakata atau ekspresi yang tidak dikenal oleh peserta didik dengan menggunakan bahasa pertama, melainkan hanya menggunakan gerak tubuh (gesture) atau mimik muka.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
1. Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan pemahamannya terhadap proses pembelajaran bahasa pertama sebagai dasar untuk membuat prinsip-prinsip mengajar bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar pembelajar kembali ke cara bayi belajar.
Gattegno mengusulkan artificial approach yang didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan sebuah komitmen diri pada pemerolehan bahasa melalui kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran daripada pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri pembelajar sebagai fokus. Diri yang dimaksud di sini terdiri atas dua sistem, yaitu sistem pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran diaktifkan oleh kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence para pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya. Silence, yang menghindari pengulangan, menjadi alat bantu bagi kesadaran, konsentrasi, dan kesiapan mental.
Sistem pemerolehan memungkinkan kita untuk mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan memungkinkan komunikasi bahasa berlangsung. Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui pengulangan mekanis. Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar ‘secara sadar’, kekuatan kesadaran seseorang dan kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih besar. Karena itu, Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah apa yang disebut para psikolog sebagai Learning to learn. Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan. Kegiatan koreksi diri melalui kesadaran diri inilah yang membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran bahasa yang lain. Tetapi Silent Way bukanlah semata-mata sebuah metode pengajaran bahasa. Gattegno melihat pembelajaran bahasa melalui silent way sebagai pengembalian potensi dan kekuatan diri. Tujuan Gattegno bukanlah sekedar pembelajaran bahasa kedua, melainkan pendidikan untuk kepekaan dan kekuatan spiritual individu.
Tujuan umum Silent Way adalah mengajarkan pembelajar bagaimana cara belajar bahasa, dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui proses pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua dapat digunakan untuk mempelajari segala hal lain yang belum diketahui.
2. Strategi
a) Guru memperkenalkan bunyi atau struktur tertentu [khusus] dengan menunjuk kepada peta Cara Bungkam atau menggunakan tongkat Cuisinare untuk mendemonstrasikan suatu struktur atau poin tatabahasa.
b) Kemudian siswa memikirkan apa yang mereka pelajari dan mereproduksi bunyi atau struktur itu.
c) Diantara beberapa aktifitas atau sesi, para siswa boleh mengemukakan pertanyaan kepada guru.
d) Guru kemudian memperkenalkan bunyi atau struktur lainnya dengan cara yang sama.
e) Siswa lagi-lagi memikirkan maknanya dan mereproduksi bunyi atau struktur itu.
f) Akhirnya, para siswa idealnya mampum mengkkombinasikan bunyi-bunyi dan struktur-struktur tadi untuk menciptakan jalinan bahasa [benang-benang bahasa] yang lebih panjang.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Siswa belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru.
• Siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna.
• Pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya.
2. Kekurangan
• Dipandang tidak praktis di ruangan kelas.
4. NATURAL APPROACH
a. Sejarah Perkembangan
NA dirintis pada tahun 1976 oleh seorang linguis bernama Tracy D. Terrel. Pandangannya adalah penguasaan bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition), bukan pembelajaran (learning). NA juga bekerja sama dengan Teori Monitor yang diajukan oleh Stephen D. Krashen.
Istilah NA atau pendekatan alamiah didasarkan atas pandangan bahwa penguasaan (mastery) suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition) bahasa itu dalam konteks yang alamiah dan kurang pada pembelajaran aturan-aturan yang secara sadar dipelajari satu persatu. Karena adanya kaitannya antara pemerolehan dan pembelajaran, logislah jika perkembangan terakhir pendekatan alamiah ini bergandengan tangan dengan teori monitor yang diajukan oleh Stephen D Krashen pada tahun 1978. Kerjasama antara Terrel dan Krashen menghasilkan buku metode yang lengkap untuk metode ini, yakni sebuah buku yang berjudul The Natural Approach : Language Acquisition in The Clasroom.
Dalam NA, siswa harus didorong untuk berkomunikasi. Kompetensi komunikasi siswa tidak harus sempurna karena dalam kehidupan nyata ada hal-hal di luar bahasa yang membantunya memahami ajaran yang ia dengar. Dengan kata lain, pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic. Krashen berpedoman bahwa hal ini wajar karena orang dewasa telah melampui keplastisan otaknya, tidak seperti anak kecil saat memperoleh bahasa ibunya.
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam berkomunikasi. Hanya dikatakan bahwa NA lebih baik daripada Metode Langsung.
b. Karakteristik
Dalam NA, siswa harus didorong untuk berkomunikasi. Kompetensi komunikasi siswa tidak harus sempurna karena dalam kehidupan nyata ada hal-hal di luar bahasa yang membantunya memahami ajaran yang ia dengar. Dengan kata lain, pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic. Krashen berpedoman bahwa hal ini wajar karena orang dewasa telah melampui keplastisan otaknya, tidak seperti anak kecil saat memperoleh bahasa ibunya.
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam berkomunikasi. Hanya dikatakan bahwa NA lebih baik daripada Metode Langsung.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Prinsip-prinsip pendekatan alamiah (NA)
1) Pada tahap awal bertindak sebagai pendengar. Oleh karena itu ia tidak diwajibkan menguasai sebuah kata dan gramatika yang diucapkan si penutur asli. Penutur asli adalah ‘msein’ yang mampu mengkreasikan segala macam wujud bahasa selama wujud itu dimungkinkan di dalam sistem bahasa yang bersangkutan.
2) Pada tahap berikutnya, pembelajar bertindak selaku pembicara. Sebagai pembicara pada mulanya si pembelajar juga tidak diharapkan menguasai apalagi secara sempurna semua bentuk gramatika , lafal yang baik, kata-kata yang tepat dan lain-lainnya.
3) Banyaknya kesalahan dan ketidaktepatan yang dilakukan oleh pembelajar pada taraf permulaan adalah hal yang wajar, sama halnya dengan anak kecil yang belajar bahasa ibunya sendiri. Anak kecil dibarengi dengan pertumbuhan biologisnya dan dirangsang oleh masukan-masukan kebahasaan yang datang dari alam sekitarnya.
4) Bahasantara (interlanguage) merupakan ragam yang pasti ada pada pembelajar yang sedang belajar bahasa kedua. Oleh karena itu, keberadaannya tidak perlu dirisaukan. Implikasi dari sikap ini adalah bahwa koreksi terhadap kesalahan pembelajar tidak dilakukan pada waktu proses belajar di kelas, melainkan di luar kelas pada waktu pelatihan-pelatihan atau pekerjaan rumah yang khusus dimaksudkan untuk itu.
5) Penekanan pada komunikasi mengharuskan pendekatan alamiah menyajikan kosakata dalam jumlah banyak. Hal ini diperlukan karena di dalam pendekatan alamiah, komprehensi dan produksi benar-benar dibedakan. Selama pembelajar belum merasa siap untuk berbicara, ia tidak diminta berbicara.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Siswa harus didorong untuk berkomunikasi.
• NA lebih baik daripada Metode Langsung
2. Kekurangan
• Pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic
5. TOTAL PHYSICAL RESPONSE
a. Sejarah Perkembangan
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.
Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi.
b. Karakteristik
Menurut Richards J dalam bukunya Approaches and Methods in Language Teaching, TPR didefinisikan: “a language teaching method built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”. Jadi metode TPR (Total Physical Response) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran. Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa antara lain:
a.Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill ), merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
b.Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c.Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dll.
d.Presentasi dengan OHP atau LCD
e.Aktivitas membaca (Reading) dan menulis (Writing) untuk menambah perbendaharaan kata (vocabularies) dan juga melatih pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.
Teori pembelajaran bahasa TPR yang diterapkan pertama kali oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa pandangan para psikolog, misalnya Arthur Jensen yang pernah mengusulkan sebuah model 7-langkah unutk mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat mirip dengan pandangan Asher tentang penguasaan bahasa anak. Asher menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu:
1.Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua.
2.Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan.
3.Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik.
• Mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak.
2. Kekurangan
• Metode pembelajaran bahasa cenderung disusun pada koordinasi perintah.








DAFTAR PUSTAKA


E. Sadtono. 1996. “Kompetensi Komunikatif: Mau ke Mana?” dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Henry Guntur Tarigan 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

M.F. Baradja. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang.

Muljanto Sumardi (ed). 1996. “Pendekatan Humanistik dalam Pengajaran Bahasa”. dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Omaggio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context: Proficiency Oriented Instruction. Boston: Heinle & Heinle Publishers, Inc.

Soenjono Dardjowijojo. 1996. “Lima Pendekatan Mutakhir dalam Pengajaran Bahasa” dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pelita Sinar Harapan.

Sabtu, 11 Desember 2010

METODE-METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB DENGAN NAZHARIYAH AL-WIHDAH (INTEGRATED SYSTEM)

1. Metode Gramatika-Terjemah (Thariqah al-Qawâ’id wa at-Tarjamah)
a. Konsep Dasar Thariqah al-Qawâ’id wa at-Tarjamah
Metode ini berdasar pada pemahaman bahwa tata bahasa merupakan bagian dan filsafat dan logika. Belajar bahasa dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah, dan menghapal.Dengan metode ini para pelajar didorong untuk menghapal teks-teks klasik berbahasa asing dan terjemahannya dalam bahasa pelajar, terutama teks-teks yang bernilai sastra tinggi.
b. Karakteristik metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah
Adapun karakteristik metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah adalah sebagal berikut:
1) Tujuan penggunaan metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah adalah agar menguasai keterampilan membaca, menulis dan tarjamah, menguasai qowaid sebagal syarat utama untuk menguasai tiga keterampilan tersebut.
2) Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca karya sastra dalam bahasa target (BT), atau kitab keagamaan.
3) Materi pelajaran terdiri dan: buku nahwu, kamus, dan teks bacaan.
4) Tata bahasa disajikan secara deduktif, yakni dimulai dan kaidah kernudian diikuti contoh-contoh, dan dijelaskan secara rind dan panjang lebar.
5) Kosa kata diberikan dalam bentuk kamus dwibahasa (kosa kata dan terjemahannya).
6) Teks bacaan berupa karya sastra kiasik atau kitab keagaamaan lama.
7) Basis pembelajaran adalah menghapal kaidah tatabahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dan bahasa target ke bahasa pelajar dan sebaliknya.
8) Bahasa ibu pelajar digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar-mengajar.
9) Peran guru aktif sebagai penyaji materi. Peran pelajar pasif sebagai penerima.
c. Langkah-langkah Penyajian:
1) Guru memulai pelajaran dengan menjelaskan definisi butir-butir tata bahasa kemudian memberikan contoh-contohnya.
2) Guru menuntun siswa menghapalkan daftar kosa kata dan terjemahnnya, atau meminta siswa mendernonstrasikan hapalan kosa kata yang teah diajarkan sebelumnya.
3) Guru meminta siswa membuka buku teks bacaan kemudian menuntun siswa memahami isi bacaan dengan terjemahannya kata per kata atau kalimat per kalimat. Atau guru meminta siswa membaca dalam hati kemudian mencoba menejemahkannya per kata atau per kalimat; guru membetulkan terjemahan yang salah dan menerangkan segi tatabahasa (nahwu-sharaf) dan keindahan bahasanya (balâghah). Selain itu guru dapat meminta siswa untuk menganalisis tata bahasa (meng-i’râb).

2. Metode Langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah)
a. Konsep Dasar Ath-Thariqah al-Mubâsyirah
Metode ini dikembangkan atas asumsi bahwa proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing sama dengan bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi, dan dengan menyimak dan berbicara. Sedangkan membaca dan mengarang dikembangkan kemudian. Oleh karena itu pelajar harus dibiasakan berpikir dalam bahasa target, dan penggunaan bahasa ibu pelajar dihindari sama sekali.
b. Karakteristik Metode Langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah)
Karakteristik pokok metode langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan utama belajar bahasa adaah penguasaan bahasa target secara lisan agar bias dipakai berkomunikasi.
2) Materi pelajaran berupa buku tekas yang berisi daftar kosa kata dan penggunaannya dalam kalimat. Kosa kata itu umumnya kongkrit (hissi) dan ada di ingkungan siswa. Ciri buku teksnya adalah dipenuhi dengan tasmiyah (ma hädzâ...mä dzâ lika.) dan washfiyah (kitabun jadidun ....mistharatun thawilatun) serta pada umumnya bisa diperagakan.
3) Kaidah-kaidah bahasa diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dan contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
4) Kata-kata kongkrit diajarkan melalui demonstrasi, peragaan, benda langsung, dan gambar, sedangkan kata-kata abstrak melalui asosiasi, konteks, dan definisi.
5) Kemampuan komunikasi lisan dilatihkan secara cepat meIaui tanyajawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi.
6) Kemampuan berbicara dan menyimak kedua-duanya dilatihkan.
7) Guru dan pelajar sama-sama aktif. Guru berperan memberikan stimulus berupa contoh ucapan, peragaan, dan pertanyaan, sedangkan siswa hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan, memperagakan, dan sebagainya.
8) Ketepatan pelafalan dan tata bahasa ditekankan.
9) Bahasa target digunakan sebagal bahasa pengantar secara ketat, dan penggunaan bahasa ibu pelajar sama sekali dihilangkan.
10) Kelas dibuat sebagal lingkungan bahasa target tempat siswa berlatih bahasa secara langsung.
c. Langkah-langkah Penyajian:
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh guru dalam menggunakan metode langsung (Ath- Thariqah al-Mubâsyirah) adalah sebagai berikut:
1) Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan menunjuk bendanya atau gambar bendanya, atau gambar benda itu, memperagaakan sebuah gerakan atau mimik wajah. Pelajar menirukan berkali-kali sampal benar pelafalannya dan paham maknanya.
2) Latihan berikutnya berupa tanya-jawab dengan kata tanya: ma, hal, ayna, dan sebagainya, sesuai dengan tingkat kesulitan pelajaran, berkaitan dengan kata-kata yang telah disajikan. Model interkasi bervariasi; biasanya dimulai dengan klasikal, kemudian kelompok, dan akhirnya individual, baik guru-siswa maupun antar siswa.
3) Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan, baik dalam pelafalan maupun pemahaman makna, siswa diminta membuka buku tekas. Guru memberikan contoh bacaan yang benar kemudian siswa diminta membaca secara bergantian.
4) Kegiatan berikutnya adalah menjawab secara lisan pertanyaan atau latihan yang ada dalam buku, dillanjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
5) Bacaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai tambahan, misalnya berupa cerita humor, cerita yang mengandung hikmah, dan bacaan yang mengandung ungkapan-ungkapan indah. Pendek dan menariknya cerita dapat mendorong siswa menghapalnya di luar kepala.
6) Tatabahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.

3. Metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
a. Konsep Dasar Metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
Metode mi dikembangkan bersdasarkan asumsi bahwa pengajaran bahasa tidak bersifat multi-tujuan, dan bahwa kemampuan membaca adalah tujuan yang paling realistis ditinjau dan kebutuhan pembelajar bahasa asing.
b. Karakteristik metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
Adapun karakteristik metode membaca (Thariqah al-Qirâ’ah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan utamanya adalah kemahiran membaca, yaitu agar pelajar mampu memaharni teks ilmiah untuk keperluan studi mereka.
2) Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan penunjang untuk perluasan (qira’ah muwassa’ah), buku latihan mengarang terbimbing dan percakapan.
3) Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan, didahului oleh pengenalan kosa kata pokok dan maknanya, kemudian mendiskusikan isi bacaan dengan bantuan guru. Pemahaman 151 bacaan melalui proses analisis, bukan dengan terjemahan.
4) Membaca diam (qira’ah shâmitah) lebih diutamakan daripada membaca keras (qira’ah jahriyyah)
5) Kaidah bahasa diterangkan seperlunya; tidak boleh berkepanjangan.
c. Langkah-langkah Penyajian Metode Membaca (Thariqah al-Qirâah)
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru dalam menggunakan metode membaca (Thariqah al-Qirâ’ah) adalah sebagai berikut:
1) Pelajaran dimulai dengan pemberian kosa kata dan istilah yang dianggap sulit dan penjelasan maknanya dengan definisi dan contoh dalarn kalirnat.
2) Siswa membaca teks bacaan secara diam selama kurang lebih 25 menit.
3) Diskusi mengenai isi bacaan yang dapat berupa tanya-jawab dengan menggunakan bahasa ibu pelajar.
4) Pembicaraan mengenal tatabahasa secara singkat kalau dianggap perlu.
5) Pembahasan kosa kata yang belum dibahas sebelumnya.
6) Mengejakan tugas-tugas yang ada dalam buku suplemen, yaitu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan, latihan menulis terbimbing, dan sebagainya.
7) Bahan bacaan perluasan dipelajari di rumah dan dilaporkan hasilnya pada pertemuan berikutnya.

4. Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah)
a. Konsep Dasar Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah)
Pendekatan aural-oral didasarkan atas asumsi, antara lain bahwa bahasa itu pertama-tama adalah ujaran. Oleb karena itu pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum pelajaran membaca dan menulis.
Asumsi lain dan pendekatan ini ialah bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh Karena itu, pengajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
Pendekatan aural-oral juga didasarkan atas teori Tata Bahasa Struktural (TBS). Dalam teori ml, struktur tatabahasa dianggap sama dengan pola-pola kalimat. TBS berlawanan dengan Teori Bahasa Tradisional (TBT) dalam hal-hal berikut.
1) TBT menekankan kesemestaan tatabahasa sedangkan TBS menekankan fakta bahwa semua bàhasa di dunia ml tidak sama strukturnya.
2) TBT bersifat preskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang dikatakan baik dan benar oleh para ahli tata bahasa. Sedangkan TBS bersifat deskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh penutur asli dan bukan apa yang dikatakan oleh ahli tata bahasa.
3) TBT mengkaji bahasa dan ragam formal (ragam sastra dan sejenisnya), sedangkan TBS mengkaji bahasa dan ragam informal yang digunakan oleh penutur asli dalam interaksi sehari-hari.
b. Karaktenistik Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam‘yyah asy-Syafawiyyah)
Karakteristik pokok metode audiohingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pengajarannya adalah penguasaan 4 (empat) keterampilan berbahasa secara seimbang.
2) Urutan penyajiannya adalah menyimak dan berbicara, baru kemudian membaca dan menulis.
3) Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihapalakan.
4) Penguasaan pola kahimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern-practice). Latihan atau drill mengikuti urutan:
Stimulus response reinforcement.
5) Kosa kata dibatasi secara ketat dan selalu dihubungkan dengan konteks kalimat atau ungkapan, bukan sebagal kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
6) Pengajaran sistem bunyi secara sistematis (berstruktur) agar dapat digunakan/dipraktikkan oleh pelajar, dengan teknik demonstrasi, peniruan, komparasi, kontras, dan lain-lain.
7) Pelajaran menulis merupakan representasi dan pelajaran berbicara, dalam arti pelajaran menulis terdiri dan pola kalimat dan kosa kata yang sudah dipelajari secara lisan.
8) Penerjemahan dihindari. Pemakaian bahasa ibu apabila sangat diperlukan untuk penjelasan, diperbolehkan secara terbatas.
9) Gramatika (dalam arti ilmu) tidak diajarkan pada tahap permulaan. Apabila diperlukan pengajaran gramatika pada tahap tertentu hendaknya diajarkan secara induktif, dan secara bertahap dan yang mudah ke yang sukar.
10) Pemilihan materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukkan adanya perbedaan struktural antara bahasa asing yang diajarkan dan bahasa ibu pelajar. Demikian juga bentuk-bentuk kesalahan siswa yang sifatnya umum dan frekuensinya tinggi. Untuk ini diperlukan analisis kontrastif dan analisis kesalahan.
11) Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan siswa dalam memberikan response harus sungguh-sungguh dihindarkan.
12) Penggunaan bahan rekaman, laboratorium bahasa, dan visual aids sangat penting.
c. Langkah-langkah Penyajian Metode Audiolingual (‘Ath-Thariqah as-Sam‘yyah asy-Syafawiyyah)
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru bahasa Arab dalam menggunakan metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah) adalah:
1) Penyajian dialog atau bacaan pendek, dengan cara guru membacanya berulang kali, dan pelajar menyimak tanpa melihat teks.
2) Peniruan dan penghapalan dialog atau bacvaan pendek, dengari teknik menirukan bacaan guru kalimat per kalimat secara klasikal, sambil menghapalkan kalimat-kalimt tersebut. Teknik ml disebut mimiclymemorization (mim-mem) technique.
3) Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat daalam dialog atau bacaan pendek, terutama yang dianggap sukar, karena terdapat struktur atau ungkapan yang berbeda dengan struktur dalam bahasa ibu pelajar. mi dilakukan dengan teknik drill.
4) Dramatisasi dialog atau baacaan pendek yang sudah dilatihkan. Para pelajar mendramatisasikan dialog yang sudah dihapalkandi depan kelas secara bergantian.
5) Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesual dengan pola-pola kalimat yang sudah dipelajari.

5. Pendekatan Komunikatif (AI-Madkhalal-Ittashâlly)
a. Konsep Dasar Pendekatakan Komunikatif (Al-Madkhalal-Ittashâlly)
Metode audio-lingual mendapat kritisi dan para praktisi dan para ahli linguistik. Para praktisi merasa tidak puas atas ketidak-efektifan metode mi karena belum mampu membuat pelajar bahasa lancar berkomunikasi dalam bahasa target. Sedangkan para ahli linguistik mengecam dan sisi landasan teoritisnya.
Berikut paparan perbandingan asumsi antara Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Aural-Oral (Audiolingual):
Pendekatan komunikatif:
1) Penggunaan bahasa bersifat kreatif.
2) Penggunaan bahasa mencakup beberapa kemampuan dalam kerangka komunikatif yang luas, sesuai dengan peran dan partisipan, situasi, dan tujuan interaksi.
3) Belajar B-2 seperti belajar B-1, berangkat dan kebutuhan dan minat pelajar.
4) Analisis kebutuhan dan minat pelajar merupakan landasan dalam pengembangan materi pelajaran.
5) Unit yang dijadikan dasar latihan selalu berupa teks atau sepenggal wacana. Kegiatan dimulai dengan pemahaman dan pengungkapan makna. Pada tahap awal, keakuratan formal tidak terlalu diharapkan.
6) Pengajar merancang berbagai peran untuk memungkinkan partisipasi pelajar dalam situasi komunikatif yang luas.
Metode Audiolingual:
1) Belajar bahasa melalui pembiasaan.
2) Penggunaan bahasa mencakup empat kemampuan dasar: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
3) Belajar B-2 seperti belajar B-1, bermula dan menyimak dan berbicara.
4) Analisis kontrastif antara B-1 dan B-2 merupakan basis pengembangan materi pelajaran.
5) Unit yang dijadikan dasar latihan selalu berupa struktur yang lengkap. Kegiatan berupa imitasi, repetisi, substitusi, dan stimulus-respons yang semuanya serba otomatis. Keakuratan sangat diutamakan.
6) Pengajar menjadi pusat dalam kelas.
b. Karakteristik Pendekatan Komunikati
Ada beberapa karakteristik pendekatan komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy) diantaranya:
1) Tujuan pembelajarannya ialah mengembangkan kompetensi pelajar berkomunikasi dengan bahasa target dalam konteks komunikatif yang sesungguhnya atau dalam situasi kehidupan yang nyata. Tujuan PK tidak ditekankan pada penguasaan gramatika atau kemampuan membuat kalimat gramatikal, tetapi pada kemampuan memproduk ujaran yang sesual dengan konteks.
2) Salah satu konsep yang yang mendasar dan PK adalah kebermaknaan dan setiap bentuk bahasa yang dipelajani dan keterkaitan bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa itu.
3) Dalam proses belajar-mengajar, siswa bertindak sebagal komunikator yang berperan aktif dalam aktivitas komunikatif yang sesungguhnya. Sedangkan pengajar memprakarsal dan merancang berbagai pola interaksi antar siswa, dan berperan sebagal fasilitator.
4) Aktivitas dalam kelas diwarnai secara nyata dan dominant ileh kegiatan komunikatif, bukan driil-driil manipulatif dan peniruan-peniruan tanpa makna (tadrib babghâ’iy)
5) Materi yang disajikan harus bervaniasi, tidak hanya mengandalkan buku teks, tapi lebih ditekankan pada bahan-bahan otentik (berita Koran, ikian, menu, KTP, SIM, dan sebagainya). Dan bahan-bahan otentik tersebut, pemerolehan bahasa pelajar diharapkan meliputi bentuk, makna, fungsi, dan konteks social.
6) Penggunaan bahasa ibu dalam kelas tidak dilarang sama sekali tapi diminimalkan.
7) Dalam PK, kesalahan atau kekeliruan siswa ditoleransi untuk mendorong keberanian siswa berkomunikasi.
8) Evaluasi dalam PK ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan pada penguasaan struktur bahasa atau gramatika.
c. Prinsip-prinsip Pendekatan Komunikatif
Ada beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan komunikatif, yaitu:
1) Sedapat mungkin menggunakan teks Arab yang autentik, seperti diambil dan kisah, surat kabar Arab, bukan dan materi dialog/wacana yang sengaja dipersiapkan untuk materi pelajaran bahasa Arab sebagai bahasa Asing, karena materi pelajaran tersebut telah mengalami rekayasa hingga tidak alami lagi. Kemudian bahasa Arab difungsikan sebagai alat komunikasi antar pelajar dalam pembelajaran;
2) Siswa dilatih untuk menggunakan berbagai bentuk dan pola kalimatsedapat mungkin-dalam menggunakan suatu makna;
3) Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan komentar, kesan atau pendapat pribadinya tentang kandungan materi pelajaran yang didengar dan dibacanya. (Pada tahap-tahap awal, kekeliruan berbahasa yang diperbuat siswa dapat ditorerir);
4) Siswa dilatih untuk memahami social budaya Arab yang melatarbelakangi ungkapan-ungkapan Arab yang dipelajarinya;
5) Guru selalu menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga siswa dengan mudah menggunakan bahasa Arab dalam situasi yang hidup, bukan sekedar menghafal mufradat dan pola-pola kalimat secara membeo;
6) Kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa mempunyai peranan penting dalam mengembangkan komunikasi. Teknik-teknik pembelajaran yang biasa digunakan dalam rangka pengembangan komunikasi dimaksud antara lain: bermain peran, teknik problem solving, bermain bahasa. Tiga hal yang menandai suatu kegiatan berbahasa yang komunikatif, yaitu:
a) Adanya information gap (معللوماث فجوة), antara orang pertama dan orang kedua;
b) Kemampuan memilih berbagai alternatif ungkapan sesual dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu (الاخثيا ر علي القدرة),
c) Adanya apa yang disebut sesuai dengan feedback(الرجعية الثغذية).
7) Pernana bahasa ibu perlu ditekan seminimal mungkin.
d. Langkah-langkah Penyajian pendekatana komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy)
Langkah-langkah penyajian pendekatan komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy( adalah sebagai berikut:
1) Dialog pendek disajikan dengan didahului penjelasan tentang fungsi-fungsi ungkapan dalam dialog itu dan situasi tempat dialog itu terjadi.
2) Latihan mengucapkan kalimat-kalimat pokok secara perorangan, kelompok, atau klasikal.
3) Pertanyaan diajukan tentang isi dan situasi dalam dialog itu, ditanjutkan pertanyaan serupa tetapi langsung mengenai situasi pelajar masingmasing. Di sini kegiatan komunikatif telah dimulai.
4) Kelas membahas ungkapan-ungkapan komunikatif dalam dialog.
5) Pelajar diharapkan menarik sendiri kesimpulan tentang aturan tatabahasa yang termuat dalam dialog. Guru memfasilitasi dan meluruskan apabila terjadi kesalahan dalam penyimpulan.
6) Pelajar melakukan kegiatan menafsirkan dan menyatakan suatu maksud sebagal bagian dan latihan komunikasi yang Iebih bebas dan tidak sepenuhnya berstruktur.
7) Pengajar melakukan evaluasi dengan mengambil sampel dan penampilan pelajar dalam kegiatan komunikasi bebas.
e. Tahap Pembelajaran dengan Pendekatan Komunikatif
Terdapat dua tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan komunikatif, yaitu:
1) Tahap awal (week version),, yaitu bertujuan memberikan bekal dan situasi kondisi agar siswa dapat menggunakan bahasa secara komunikatif. Kegiatan ml diintegrasikan ke dalam pembelajaran secara keseluruhan, dengan motto(لاسثخد امها اللغة ثعلم)
2) Tahap kedua (strong version), yakni pada intinya adalah terwujudnya pemerolehan pengetahuan bahasa (kgnitif) melalui penggunaan bahasa secara komunikatif, dengan motto لثعلمها اللغة اسثخدام) )
6. Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
a. Konsep dasar Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa:
1) Tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyal segi-segi kekuatan dan kelemahan,
2) Setiap metode mempunyal kekuatan yang biasa dimanfaatkan untuk mengefektitkan pengajaran,
3) Lahirnya metode baru harus dilihat tidak sebagal penolakan kepada metode lama, melainkan sebagai penyempurnaan,
4) Tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru, semua siswa, dan semua program pengajaran,
5) Yang terpenting dalam pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan memenuhi kebutuhan suatu metode,
6) Setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesual dengan kebutuhan pelajar.
b. Langkah-Iangkah Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
Terdapat beberapa langkah dalam pemakalan Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah), yaitu:
1) Metode Eklektik bisa menjadi ideal jika didukung oleh penguasaan guru secara memadai terhadap berbagai macam metode.
2) Metode ini bisa jadi metode “seadanya” atau metode “semau guru”, jika pemilihannya hanya berdasarkan “selera” guru, atau atas dasar “mana yang paling enak dan paling mudah” bagi guru. Apabila ini yang terjadi, maka yang ada adalah ketidakmenentuan.

"Hakikat Hijrah".

Ditulis dalam rangka Tahun Baru Islam 1432 H

Sudahkah kita berijrah dari segala keburukan menuju kebaikan ?


Secara harfiyah, hijrah itu berarti at-turku yang artinya meninggalkan, baik meninggalkan tempat maupun meninggalkan sesuatu yang tidak baik, namun hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat lain pada masa sekarang ini bukanlah suatu kemestian, kecuali apabila negeri yang kita diami tidak memberikan kebebasan kepada kita untuk mengabdi kepada Allah Swt atau negeri itu sudah sangat rusak yang tingkat kemaksiatan sudah tidak terkira dan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu hakikat hijrah yang sebenarnya adalah apa yang disebut dengan hijrah ma'nawiyah, yaitu hijrah dalam arti meninggalkan segala bentuk yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Dalam hal ini Rasul Saw bersabda: "Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya" (HR. Nukhari dan Muslim).
Apabila kita sederhanakan, sekurang-kurangnya ada empat bentuk hijrah secara ma'nawi. Pertama, hijrah i'tiqadiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk keyakinan, kepercayaan dan ikatan-ikatan yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Ini merupakan kemestian bagi setiap muslim sehingga sangat tidak dibenarkan. Apabila keyakinan dan kepercayaan seorang muslim masih tercampur dengan keyakinan dan kepercayaan yang tidak Islami. Namun kita amat menyayangkan, hingga kini masih begitu banyak orang yang mengaku muslim tapi kepercayaan dan keyakinannya masih bercampur dengan kepercayaan dan keyakinan yang tidak benar.
Kedua, hijrah fikriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk pola berpikir yang tidak sesuai dengan pola berpikir yang Islami, ini berarti setiap muslim harus selalu berpikir dalam kerangka kebenaran Islam, dia tidak boleh. Memikirkan sesuatu guna melakukan hal-hal yang tidak benar. Di dalam Al-Qur'an Allah Swt sendiri memberikan rangsangan kepada kita agar berpikir dalam rangka taat kepada-Nya, misalnya saja ada firman Allah yang artinya: "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab?. Maka tidakkah kamu berpikir" (QS 2:44).
Ketiga, hijrah syu'uriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk perasaan yang cenderung kepada hal-hal yang tidak benar, bila orang sudah hijrah dari perasaan-perasaan yang tidak benar, maka jiwanya menjadi hidup sehingga jiwanya menjadi sensitif atau peka terhadap segala bentuk kemaksiatan yang membuatnya tidak akan membiarkan kemaksiatan atau kemunkaran itu terus berlangsung, dalam kaitan ini Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah dia merubah (mencegah) dengan tangan (kekuasaan)nya, bila tidak mapu hendaklah dia merubah (mencegah) dengan lisannya dan bila tidak mampu juga, hendaklahka dia merubah (mencegah) kemunkaran itu dengan hatinya, yang demikian itulah selemah-lemah iman" (HR. Muslim).
Keempat, hijrah sulukiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt. Ini berarti seorang muslim sangat tidak dibenarkan melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka kalau yang dilarang itu tetap dikerjakan oleh manusia, cepat atau lambat, manusia itu akan mengalami akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat, begitu juga dengan perintah Allah yang tidak dikerjakannya. Sebagai salah satu contoh, zina merupakan sesuatu yang harus dijauhi oleh manusia dan bila ada orang yang melakukannya, maka hukuman yang tegas harus diberlakukan, tapi kenyataan menunjukkan bahwa zina itu dibiarkan saja terus berlangsung, bahkan fasilitasnya disediakan sementara orang yang melakukannya tidak dihukum sebagaimana hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'an, maka yang terjadi kemudian adalah munculnya penyakit yang sangat menakutkan dan belum ditemukan apa obatnya sementara martabat manusia juga menjadi semakin rendah. Dari pembahasan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa hakikat hijrah itu sebenarnya adalah komitmen pada ketentuan-ketentuan dengan meninggalkan segala bentuk sikap dan prilaku yang tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda: "Apabila engkau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah" (HR. Ahmad dan Bazzar). "Apabila engkau meninggalkan perbuatan yang keji, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah" (HR. Ahmad dan Bazzar).
Karena hakikat hijrah adalah melaksanakan perintah Allah dengan meninggalkan kemalasan dan kedurhakaan kepada-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan meninggalkan segala bentuk kesukaan atau kecintaan kita kepada kemaksiatan, maka hijrah itu harus kita lakukan sepanjang perjalanan hidup kita sebagai muslim, kesemua ini tentu saja menuntut kesungguhan dan perjuangan (jihad).

Karena itu iman, hijrah dan jihad merupakan kunci bagi manusia untuk meraih derajat yang tinggi dan kemenangan dalam hidup melawan musuh-musuh kebenaran, Allah berfirman yang artinya:"Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan" (QS 9:20).

Selasa, 16 November 2010

QADARIYAH

Asal-Usul Kemunculan Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan.
Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehandak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah.
Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Manurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma;bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’I yang memproleh informasi dari Al-Auzai, adalah susunan.
Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang menjadi perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas memilih antara berbuat baik atau buruk.
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin fahm Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al- Uyun bahwa fahan Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk islam kemudian kembali lagi kekristen,adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagipula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher , dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghallian . sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinua reaksi keras ini. Pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam. Panas yang menyengat, serta tanah dan gunung yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya.faham itu terus dianut kedatipun mereka telah beragama islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan , mereka tidak dapat menerimanya, faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin islam.
Kedua tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan itu sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
Doktrin-Doktrin Qadariyah
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah. Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas. Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam Ringkas, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996.
2. Depag RI, Ensiklopedia Islam, Jakarta, CV. Anda Utama, Jilid II, 1993.
3. Dr. Jalaludin Rahman, Konsep Perbauatan Manusia Menurut Qur’an : Suatu Kajian Tafsir Tematik, Jakarta, Bulan Bintang, Cet. I, 1992.
4. Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta, PT. Raha Grafindo Persada, Cet. II, 1994.
5. Prof. Dr. Taufik Abdullah dkk, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam : Pemikiran dan Peradaban, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
6. Prof. K.H.M Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta, Widjaja, Cet. III, 1975

BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

Bahasa secara khusus dikaji dalam disiplin linguistik. Studi tentang bahasa dengan pendekatan tradisional telah dimulai sejak abad ke-5 SM di Yunani, dan dilanjutkan dengan pendekatan modern pada abad ke-18. Kini, linguistik, seperti disiplin-disiplin ilmu lain, kian berkembang dan maju.
Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus; sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola yang disebut silogismus atau silogisme. Silogisme tersusun dari dua pernyataan (premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan. Suatu kesimpulan atau pengetahuan akan benar apabila (1) premis mayornya benar, (2) premis minornya benar, dan (3) cara penarikan kesimpulannya pun benar.
Induksi berkaitan dengan empirisme, yakni paham yang memandang rasio sebagai sumber kebenaran. Sementara itu, deduksi berkarib dengan rasionalisme, yaitu paham yang memandang fakta yang ditangkap oleh pengalaman manusia sebagai sumber kebenaran. Dengan demikian, berpikir ilmiah atau metode keilmuan merupakan kombinasi antara empirisme dan rasionalisme.
Bahasa: Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas, bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah. Sarana ini bersifat niscaya, maka aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai sarana berpikir ilmiah.
Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa, dalam konteks ini, memungkinkan manusia berpikir secara abstrak, sistematis, teratur dan terus-menerus dan menguasai pengetahuan. Dengan bahasa, manusia—berbeda dari binatang—bisa memikirkan dan membicarakan objek-objek yang tidak berada di depan matanya. Kehidupan dunia yang kompleks dibahasakan dalam penyataan-pernyataan yang sederhana dan bisa dimengerti. Bahasa pun menjadikan kita dapat mengomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.
Pengertian dan Fungsi Bahasa
Banyak definisi tentang bahasa, tetapi di sini penulis hanya akan mengemukakan tiga definisi yang selaras dengan diskusi ini. Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Lebih lengkapnya, bahasa adalah “a systematic means of communicating ideas of feeling by the use of conventionalized signs, sounds, gestures, or marks having understood meanings”. Dalam KBBI, diterakan bahwa bahasa ialah “sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Definisi-definisi bahasa tersebut menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.
Struktur Bahasa dan Kosakata
Saking pentingnya struktur atau tata bahasa bagi kegiatan ilmiah, Suriasumantri mengajukan pertanyaan retoris: bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat? Penguasaan tata bahasa secara pasif dan aktif memungkinkannya menyusun pernyataan-pernyataan atau premis-premis dengan baik dan juga menarik kesimpulan dengan betul.
Tata bahasa ialah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Lebih lanjut, Charlton Laird memerikan tata bahasa sebagai alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan makna dan emosi dengan memakai aturan-aturan tertentu.
Selain struktur atau tata bahasa, yang penting pula dikuasai oleh ilmuwan adalah kosakata dan maknanya. Sebab, yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada lawan bicaranya atau pembacanya sejatinya ialah makna (informasi, pengetahuan). Dan, makna ini diwadahi di dalam kosakata, yang dalam khazanah ilmiah dinamakan dengan istilah atau terminologi.
Tata bahasa, kosakata dan makna inilah yang kerap menimbulkan persoalan dalam kegiatan ilmiah lantaran kelemahan inheren bahasa. Maka, sekali lagi, andaikata para ilmuwan tidak cukup menguasai tata bahasa, kosakata dan makna, persoalan-persoalan dalam kegiatan ilmiah bakal kian ruwet.
Ciri-ciri Bahasa Ilmiah
Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif, dan antiseptik. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman. Maksud ciri reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya. Menurut Kemeny, antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.
Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya. Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen menambahkan ciri intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya.

KONSEP PEMBIAYAAN PENDIDIKAN MENGENAI DANA BOS

1. Latar Belakang Pencanangan Program BOS
Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut. Lebih lanjut dalam Pasal 31 ayat (4) disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam sejarah perjalanan UUD 1945 yang telah mengalami 4 (empat) kali amandemen, hanya bidang pendidikan saja yang ditetapkan alokasi anggarannya yaitu sebesar 20% dari anggaran dalam APBN/APBD.
Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah bertekad untuk memajukan dunia pendidikan, terutama pendidikan dasar. Pada tahun 1994 pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sebagaimana tercantum dalam Inpres No.1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar, dan pada tahun 2006 tekad tersebut diperkuat dengan diterbitkan Inpres No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat). Dalam rangka melaksanakan tekad tersebut di satu sisi, serta kemampuan masyarakat yang terus menurun sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka Pemerintah menerapkan dan mengembangkan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program ini dikomandani oleh Departemen Pendidikan Nasional, yang penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawabannya dilaksanakan secar aterpadu oleh para pihak yang terkait dari Menteri hingga Kepala Sekola pada sekolah-sekolah yang berhak menerima dana BOS.
Pelaksanaan penyaluran dan pengelolaan dana BOS wajib berpedoman pada Buku Panduan Pelaksanaan BOS yang diterbitkan setiap tahun oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama sebagai departemen teknis yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan pengelolaan program ini.
Lihat Pasal 31 ayat (1), (2) dan (4) UUD 1945, dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang berasal dari realokasi dana subsidi BBM (PKPS-BBM) di bidang pendidikan. Program ini bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain. Dengan BOS diharapkan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar Sembilan tahun. Sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. 2 Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS BBM Bidang Pendidikan ini mencakup komponen untuk biaya operasional non personil. Biaya operasional non personil inilah yang diprioritaskan, bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan biaya untuk investasi.
2. Penggunaan Dana BOS
Penggunaan Dana BOS harus berpedoman pada panduan pelaksanaan program BOS yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, yang antara lain mengatur tentang:
a. kriteria kegiatan-kegiatan yang boleh dibiayai dana BOS; dan
b. kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dibiayai dari dana BOS.
Berdasarkan panduan tersebut Dana BOS boleh digunakan untuk :
a. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka Penerimaan Siswa Baru :biaya pendaftaran, penggadaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.
b. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi diperpustakaan.
c. Pembelian bahan-bahan habis dipakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
d. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olah raga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya.
e. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa .
f. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.
g. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor,perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya.
h. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah.
i. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer sekolah. Tambahan insentif untuk kesejahteraan guru dan tega kependidikan sekolah ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
j. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah.
k. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah keagamaan non Islam,dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah.
l. Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, penggandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.
m. Prioritas pertama penggunaan dana BOS adalah untuk komponen a s/d l, bila seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah.
Panduan pelaksanaan BOS juga menetapkan bahwa Dana BOS tidak boleh digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
b. Dipinjamkan ke pihak lain.
c. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
d. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid.
e. Membangun gedung/ruangan baru.
f. Membeli bahan/ peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
g. Menanamkan saham.
h. Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai secara penuh/ mencukupi dari sumber dana pemerintah pusat atau daerah, misalnya guru kontrak/ guru bantu dan kelebihan jam mengajar. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas diluar jam mengajar tersebut harus mengikuti peraturan tentang penetapan batas kewajaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, geografis dan faktor lainnya.
Peraturan Perundang-undangan terkait Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam pelaksanaan program BOS sekolah-sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia yang menerima dana BOS serta pihak lain yang terkait dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program ini harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan, diantaranya:
1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999.
2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
3. UU No.17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan Wajib Memungut Pajak Penghasilan.
4. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
5. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6. UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
7. UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
8. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
9. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
10. PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar sebagaimana telah diubah dengan PP No. 55 Tahun 1998.
11. PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah sebagaimana telah diubah dengan PP No. 56 Tahun 1998.
12. PP No.106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
13. PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
14. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Nasional.
15. PP No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Nominal yang dikenakan Bea Materai.
16. Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan/atau Jasa di Lingkungan Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres No.95 Tahun 2007.
17. Peraturan teknis lainnya yang diterbitkan oleh departemen terkait maupun pemerintah daerah masing-masing.
Selain peraturan perundang-undangan diatas masih terdapat peraturan lain yang harus dipenuhi agar program BOS ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran, antara lain peraturan tentang pengelolaan keuangan negara serta peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa sepanjang terkait dengan kegiatan pengadaan. Oleh karena itu agar tidak terjadi kesalahan/penyimpangan dalam penggunaaan dana BOS semua pihak yang terkait harus memahami betul peraturan perundang-undangan dimaksud.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.
2. Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.
3. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan dana yang berasal dari realokasi/kompensai pengurangan subsidi BBM bidang dibidang pendidikan sebagai salah satu layanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah setingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.
4. Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain, dengan harapan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
5. Dalam pelaksanaan program BOS sekolah-sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia yang menerima dana BOS serta pihak lain yang terkait dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program ini harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait agar program BOS ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran.






Daftar Pustaka :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Inpres No.1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
4. Inpres No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
5. Buku Panduan Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2007, Departemen Pendidikan Nasional – Departemen Agama, 2007.

Cara Membuat Artikel/Tulisan Di Blogger

Membuat artikel atau memasukkan tulisan di blogger memang mudah bagi mereka yang sudah mengenal blogger, namun bagi para pemula apalagi yang baru mengenal dunia blog ini akan terasa agak susah dan membingungkan.
Hari ini saya akan memcoba membuat artikel tentang Tutorial Blog yang pertama di blog ini, yaitu bagaimana Cara Memasukkan Tulisan di blog blogger dan bagaimana cara membuatnya terlihat di blog (mempublikasikannya).
Sebelum saya bahas lebih lanjut mengenai Cara Memasukkan Artikel/Tulisan Di Blogger, perlu di ketahui bahwa tutorial ini adalah tutorial dasar saja, dan di khususkan untuk pemula saja, bagi teman-teman yang sudah menguasai blogger boleh membacanya atau menambahkan jika ada yang kurang.
Berikut Langkah-Langkah Cara Membuat Artikel Di Blog Blogger:
Langkah Pertama
Silahkan login ke blogger (www.blogger.com atau www.blogspot.com)
Langkah Kedua
Klik Tulisan New Post atau Entri Baru
Langkah Ketiga
Sekarang anda berada di halaman khusus untuk membuat artikel atau tulisan. Silahkan beri judul (Title) dan tulis apa yang ingin anda tulis, anda bisa membuat tulisan tebal, miring, berwarna, dsb dengan menggunakan tools yang anda di atas kolom isian artikel.

Langkah KeEmpat
Buat label pada tulisan anda, label merupakan kategori atau topik tulisan, jika anda menulis artikel yang memiliki topik sama maka anda bisa mamakai label yang sama. (Mungkin nanti akan saya jelaskan secara detail tentang ini)



Langkah Kelima
Sebelum mempublikasikan tulisan, sebaiknya cek dulu tulisan anda, siapa tau ada yang kurang, dsb. Jika anda sudah yakin untuk menerbitkan tulisan silahkan klik Publish Post.


Sekarang silahkan lihat blog anda, jika langkah yang anda lakukan benar maka seharusnya anda sudah melihat tulisan yang baru anda tulis tadi di blog.

PROGRAM PENGEMBANGAN RAUDHATUL ATHFAL (RA)

Oleh: H. Yuyun Yuningsih, S.Ag (My Mother)
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Maka dari itu anak sebagai harta yang perlu dibina dan dipupuk sejak dini, ia membutuhkan pendidikan untuk menyiapkan diri menatap masa depan sehingga menjadi manusia dewasa yang berkualitas. Kini dunia juga bergantung kepada sistem dan dasar pendidikannya. Apabila pendidikannya benar maka wajah dunia akan menjadi indah berseri dan sebaliknya apabila pendidikannya salah dunia akan dibelenggu oleh kegarangan hidup yang bisa mengubah watak manusia menjadi hewan yang buas yang selalu ingin menerkam kawan dan lawan.
Mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara, anak yang cerdas perlu diawali di taman anak (sekarang Taman Kanak-kanak atau masa wiraga), dimana diberikan pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan daya cipta dan pikir, bahasa, perilaku dan keterampilan, jasmani serta moral, emosi, sosial, dan disiplin. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 28 Tentang Pendidikan Anak Usia Dini:
a. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
b. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
c. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudlatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
e. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Pembelajaran pada anak usia dini adalah hasil dari interaksi antara pemikiran anak dan pengalamannya dengan materi-materi, ide-ide dan orang disekitarnya. Pendidik dapat menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak guna mengidentifikasi tentang ketepatan tingkah laku, aktivitas dan materi-materi yang diperlukan untuk suatu kelompok usia, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk memahami pola perkembangan anak, kekuatan, minat dan pengalaman serta guna merancang lingkungan pembelajaran yang sesuai. Walaupun gaya pembelajaran ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tradisi, nilai sosial-budaya, harapan orang tua dan strategi guna mencapai perkembangan yang optimal yang harus disesuaikan dengan usia dari masing-masing individu.
Di banyak tempat, sistem pembelajaran di Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal tidak banyak berbeda dengan di Sekolah Dasar. Jika praktik pendidikan seperti ini di teruskan, di khawatirkan akan terjadi dampak-dampak negatif pada perkembangan anak di kemudian hari. Oleh karena itu, dalam pendidikan usia dini harus selalu memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak, yakni: kurikulum yang digunakan.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Pemerataan dan perluasan akses akan diupayakan bersama-sama oleh pemerintah dan swasta, dimana pemerintah lebih berkonsentrasi pada pendidikan formal TK/RA dan mendorong swasta melakukan perluasan PAUD non-formal (KB, TPA). Perluasan oleh pemerintah antara lain juga dilakukan dengan mendirikan model-model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang disesuaikan dengan kondisi daerah/wilayah. Pada tahun 2009, pemerintah menargetkan APK pra sekolah mencapai 45%. Perluasan akses PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut:
Penyediaan sarana/prasarana PAUD oleh pemerintah dilaksanakan dengan pembangunan USB TK, dan mengembangkan model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang sesuai dengan kondisi lokal. Target yang akan dicapai lembaga PAUD formal pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu TK, termasuk TK Pembina di setiap kecamatan. Sedangkan target lembaga PAUD non-formal, sekurang-kurangnya satu PAUD (Taman Penitipan Anak atau Kelompok Bermain atau Satuan PAUD Sejenis) di setiap desa.Penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara PAUD baik negeri maupun swasta, terutama pada lembaga yang peserta didiknya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Target yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasal dari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah. Mendorong peran serta masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan minat masyarakat (demand side) dalam menyelenggarakan lembaga PAUD, termasuk bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi lain serta PT melalui subsidi imbal swadaya, kemudahan perizinan, dan bantuan fasilitas. Pengembangan “TK-SD Satu Atap”; bagi SD yang memiliki fasilitas mencukupi didorong untuk membuka lembaga TK yang terintegrasi dengan SD (TK-SD Satu Atap) melalui subsidi pembiayaan secara kompetitif.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing.
Peningkakan mutu, relevansi, dan daya saing PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut: Pengembangan menu generik pembelajaran dan penilaian merupakan kegiatan yang menyangkut pengembangan kurikulum, khususnya materi bahan ajar, model-model pembelajaran, dan penilaian. Pengembangan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak didik, perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, estetika, dan etika, peningkatan kualitas dan kreativitas peserta didik dan pendidik PAUD. Termasuk dalam kegiatan ini ialah pengembangan proses pembelajaran melalui pengadaan alat belajar, alat bermain, dan alat pendidikan, serta penyelenggaraan akreditasi khususnya untuk TK. Muatan pendidikan pada anak-anak usia dini ditekankan pada seluruh aspek kecerdasan termasuk emosi, mental, dan spiritual, yang diarahkan pada penghayatan atas nilai-nilai dan karakter positif, serta kesiapan masuk sekolah. Pengembangan program PAUD model sebagai rujukan bagi pengembangan PAUD yang diselenggarakan oleh swasta yang kualitasnya masih di bawah standar. Target pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu program PAUD Model setiap kabupaten/kota. Peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya penyelenggara dan satuan PAUD. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan manajemen secara efektif dan efisien, sehingga mampu memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan PAUD. Pemerintah mentargetkan sekitar 59 ribu orang telah terlatih sebagai tenaga pengelola dan pendidik PAUD, dan sebanyak lebih dari enam ribu Guru, Kepala TK, dan Pembina akan mendapat pendidikan dan pelatihan sampai dengan tahun 2009. Di samping itu, diberikan subsidi bagi tenaga pendidik PAUD non-formal satu orang di setiap lembaga perintisan.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik
Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik di bidang PAUD diarahkan pada bagaimana partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja PAUD dapat mengambil peran makin nyata dan efektif. Untuk itu akan dilakukan peningkatan advokasi, sosialisasi/pemasyarakatan dan pembudayaan pentingnya PAUD kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah daerah.
Penyediaan data dan sistem informasi PAUD, serta peningkatan kerja sama stakeholder pendidikan, merupakan faktor pendukung untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang positif, dan kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang akuntabel. Setelah di baca saduran di atas, mungkin kita dapat melihat keseriusan pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS dalam mempersiapkan generasi kuat sesuai dengan potensi yang di miliki oleh masing-masing anak Indonesia, meskipun pendidikan orang tua sendiri tidak kalah pentingnya atas perkembangan putra-putrinya di masa depan. Semoga anak Indonesia menjadi lebih baik ke depannya.

(Dibuat untuk Perlombaan KEPSEK RA se-JawaBarat

STRUKTUR ILMU DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matinya kreativitas seseorang dalam menelurkan karya-karya ilmunya, dapat disebabkan salah satunya adalah oleh ketidakfahaman terhadap mekanisme kerja ilmu pengetahuan. Seseorang yang berpengetahuan akan disebut mandul (tidak produktif) bahkan tidak pantas disebut sebagai seorang ilmuan, ketika ia selalu terbentur dengan perjalanan proses menuju puncak pencetusan suatu gagasan yang meragukan karena tidak memiliki kontrol/ramalan ilmu.

Seorang ilmuan tentu di dalam dirinya harus mengalir sederetan proses ilmu dan mengerti mekanisme kerjanya, sehingga ketika ia menghasilkan suatu karya ilmu, kemungkinan hasil temuan atau pengembangannya akan diakui oleh ilmuan lain dan akan memberikan kepuasan bagi pelaku penelusuran proses metode ilmu itu sendiri.
Dalam perspektif filsafat, bahwasanya ilmu adalah pengetahuan yang didapat dengan metode keilmuan, sehingga seorang ilmuan harus memiliki pemahaman metode ilmu dan mampu memanfaatkannya sebagai media untuk menghasilkan suatu temuan-temuan baru atau penegmbangan-pengembangan baru dari sebuah ilmu pengetahuan yang telah diakui eksistensinya oleh segenap ilmuan yang menekuni disiplin ilmu tertentu.
Ilmu, secara kuantitatif dapat dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang mendasar. Ini berarti bahwa siapapun yang berpengetahuan berhak dan dapat menjadi ilmuan dengan tetap berjalan di jalur aturan-aturan ilmiah maupun prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh para ilmuan terdahulu.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Struktur Ilmu

Jika dalam suatu organisasi, struktur merupakan organ/atau perangkat dari organisasi tersebut yang tentunya terkait dengan mekanisme kerjanya dan tujuan yang akan dicapai. Melalui sistem kerja yang masing-masing organisasi tentu memliki kekhsusan tersendiri, Dalam proses operasionalnya tentu diperlukan koordinasi yang baik agar tautan dari perangkat satu dan lainya tidak terputus. Seorang kepala sekolah dalam organisasi sekolah misalnya, sampai kepada para guru pemegang mata pelajaran bahkan sampai kepada tukang kebun, agar tujuan organisasi tersebut yaitu memintarkan, akan dapat tercapai jika mereka memiliki koordinasi yang baik.
Adapun dalam konsep ilmu, tentu mekanisme kerja yang ada dalam strukturnya memiliki goal yaitu sebuah kebenaran; benar menurut rasio, mendasar dan diakui secara umum. Dan berangkat dari pemahaman sebuah struktur yang ada pada sebah organisasi yang dalam hal ini memiliki kesamaan stilah yaitu; Struktur dan kesamaan fungsinya sebagai mekanisme kerja, maka akan timbul sebuah perspeksif khusus mengenai struktur yang ada dalam Sistem Ilmu. Dalam bahasa Inggris struktur adalah structure dan Structura yang keduanya artinya adalah bangunan susunan. Dan sebutan untuk pandangan, filsafat atau gerakan filsafatnya disebut strukturalisme. Ditinjau dari fungsinya ia juga disebut sebagai Sistem Ilmu. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik sebuah pengertian dari struktur ilmu yaitu; “Sebuah susunan yang terdiri dari komponen-komponen yang membatasi mekanisme pencarian sebuah kebenaran”.


B. Perangkat dalam Struktur Ilmu

1. Harus terdapat komponen-komponen di dalam struktur
Dikatakan harus ada karena yang dikatakan struktur tentu bukan merupakan satu kesatuan yang utuh tanpa memiliki organ-organ di dalam dirinya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan komponen-komponennya tentu juga bersifat abstrak sebagai mana struktur ilmu itu sendiri merupakan satu kesatuan yang sebenarnya abstrak pula.
Komponen-komponen yang terangkai dalam struktur ilmu tentu merupakan pendukung atas beroperasinya mekanisme kerja yang diprakarsai oleh bagan struktur ilmu itu sendiri.

2. Harus terdapat Fungsi-fungsi di dalam struktur
Mengenai fungsi di dalam struktur ilmu tentu merupakan suatu hal yang tidak kalah pentingnya dengan komponen-komponen yang ada di dalam struktur ilmu. Dikatakan demikian karena Struktur ilmu sebagai salah satu kajian dalam kajian filsafat ilmu jelas memiliki fungsi-fungsi.
Jika dilihat dari definisi yang dapat disimpulkan di atas, fungsi yang paling utama tentunya adalah untuk mencapai kebenaran. Akan tetapi ada pula fungsi-fungsi struktur ilmu yang lain yang juga penting; yaitu ia menjadi sebuah alat ukur bagi sebuah kebenaran dalam ilmu pengetahuan.

1. Harus ada hirarkis bagi komponen-komponen dalam struktur ilmu
Dan sebutan untuk sudut pandangan, filsafat atau gerakan filsafatnya disebut strukturalisme. Ditinjau dari fungsinya ia juga disebut sebagai Sistem Ilmu. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik sebuah pengertian dari struktur ilmu yaitu; “Sebuah susunan yang terdiri dari komponen-komponen yang membatasi mekanisme pencarian sebuah kebenaran”.
C. Sistematika Kerja Struktur Ilmu

1.Perumusan Masalah
Perumusan masalah diletakkan pada barisan depan karena komponen ini berfungsi sebagai penentu apakah sebuah fenomena yang dijumpai merupakan sebuah masalah yang perlu dikaji secara keilmuan atau tidak. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya dapat dibedakan antara masalah yang dapat dijawab melalui metode ilmu atau mungkin tidak tepat untuk ilmu; Contohnya “Apakah bulan terbuat dari bahan terigu?” Pertanyaan yang ke-dua,”Mengapa dia berbuat yang tidak wajar?”. Pertanyaan pertama merupakan masalah yang tidak tepat bagi ilmu, karena pertanyaan tersebut tidak masuk dalam persyaratan masalah keilmuan, dan pertanyaan yang ke dua tepat bagi ilmu karena memenuhi persyaratan keilmuan.
Adapun persyaratan masalah keilmuan adalah sebagai berikut:
a. Penting
Dikatakan sebuah masalah itu penting jika;
- Pemecahan dari masalah tersebut berguna dalam kehidupan.
- Pemecahannya mampu mengisi celah yang masih dalam khazanah ilmu pengetahuan kita.
- Pemecahannya dapat dijawab dengan jelas.
b. Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
-Pengumpulan datanya dilakukan secara obyektif;data dapat tersedia.
-Dapat dijawab dengan penelaahan keilmuan.
-Mengandung unsur pengukuran dan definisi;Agar dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.

2. Pengamatan dan Deskripsi
Yang paling utama dalam kegiatan pengamatan dan deskripsi adalah klasifikasi, kemampuan mengklasifikasikan masalah akan mengarahkan pada deskripsi yang benar pada sebuah masalah yang akan dikaji.
Jika dalam kajian ilmu fisika, biologi atau yang lain (non-sosia),sorang ilmuan mungkin saja untuk membuat istilah-istilah,namun untuk ilmusosial yang subyeknya manusia dan masyarakat; biasanya telah memiliki nama dan klasifikasi. Beberapa langkah berikut akan membantu dalam pendeskripsian masalah:
a. Melakukan Tinjauan Pustaka, yaitu;
Meninjau apa yang telah dilakukan oleh para ilmuan yang terdahulu, sehingga temuannya kelak akan bersifat kumulatif, di mana pengetahuan disusun atau pengetahuan sebalumnya. Hal ini akan menghindarkan duplikasi ilmu. Hal ini mungkin saja terjadi karena tidak mengetahui bahwa apa yang dikajinya telah ditemukan oleh ilmuan terdahulu.
Selain menghindarkan duplikasi ilmu, tinjauan pustaka akan membirikan jalan atau langkah mana yang harus ditempuh untuk mendekati hipotesis. Bahkan jika k ita beruntung mungkin saja mendapatkan metode baru
setelah kita mengadakan tinjauan pustaka. Menemukan jalan mengenai data, model atau instrumen keilmuan dapat pula dengan jalan tinjauan pustaka.

b. Membuat Sebuah Persepsi
Dengan adanya metode ilmu memperingatkan kita bahwa fakta tak dapat berbicara sendiri. Fakta dapat dimengerti hanya dalam ruang lingkup sistem ilmu.Orang di masa lalu memberikan pengertian yang berbeda dengan pengertian para ilmuan saat ini.Jika ditinjau dari segi hipotesis, yang pertama-tama harus diputuskan adalah tingkah laku apa atau benda mana yang akan diamati. Dapat juga diartikan bahwa persepsi pada akhirnya akan mempengaruhi hipotesis.


c. Memanfaatkan Teknologi
Keterbatasan panca indralah yang menjadi alasan utama penggunaan teknologi. Jika dalam astronomi menggunakan alat-alat, seperti teleskop dan pemotret lainnya.Dan dalam psikologi menggunakan alat seperti IQ test atau reaksi verbal terhadap gambar-gambar.
d. Menggunakan Pengukuran
Pengukuran berarti membandingkan obyek tertentu dan memberi angka pada obyek tersebut menurut cara tertentu. Dalam hal ini para ahli ilmu sosial kebanyakan mempergunakan dua tyipe perbandingan, yaitu ordinal dan kardinal. Perbandingan ordinal adalah perbandingan yang meletakkan benda-benda dalam urutan ditinjau dari segi tertentu; misalnya jika murid-murid di kelas diminta berdiri memanjang, maka akan tampak yang paling tinggi, kemudian paling tinggi ke dua dan seterusnya dan dapat dilambangkan dengan angka atau huruf. Dan perbandingan kardinal mempergunakan alat penghitung, misalnya berapa jumlah murid dalam satu kelas? Angka-angka dapat mengabstraksikan obyek yang diukur secara berulang dalam suatu kelompok, tanpa mengenal ciri-ciri, tinggi rendah, besar kecil dan sebagainya.
Untuk menjaga ketelitian juga dipergunakan satuan pengukuran, misalnya yang dipergunakan oleh para ilmuan untuk membandingkan misalnya antara otak manusia dan otak binatang, maka akan memudahkan menjajarkan mereka untuk diukur.

3. Penjelasan
Dalam upaya penjelasan, mungkin dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Penjelasan Deduktif; yaitu sebuah penjelasan yang terdiri dari serangkaian pertanyaan di mana kesimpulan tertentu disimpulkan setelaah menetapkan aksioma atau postulat. Contoh klasik mislanya, semua manusia adalah fana. Socrates adalah manusia. Oleh sebab itu Socrates adalah fana. Namun demikian sebagai seorang ilmuan tentu tidak akan puas begitu saja dan akan mengembangkan beberapa tes untuk membuktikan bahwa Socrates adalah fana, danterus menelusuri dengan metode induktifnya.
b. Penjelasan Probabilistik (kemungkinan); yaitu penjelasan hanya menggunakan kata "mungkin", "hampir pasti", atau dalam batas 5%. Hal ini terjadi apabila kita berurusan dengan sejumlah besar manusia, atau individu dengan berbagai macam tingkah lakunya. Misalnya jika ditanya, mengapa presiden John Kenedy dibunuh? Kita bisa saja menjawab "mungkin pembunh itu gila.
c. Penjelasan Genetis; Yaitu menjawab pertanyaan "mengapa" dengan apa yang terjadi sebelumnya. Misalnya untuk menerangkan mengapa seorang anak mempunyai tipe rambut tertentu, yakni dengan memakai faktor keturunan yang dihubungkan dengan karakteristik orang tua si anak tersebut.
d. Penjelasan Fungsional; yaitu menjawab pertanyaan "mengapa" dengan jalan menyelidiki tempat obyek yang sedang diteliti dalam keseluruhan sistem di mana obyek tersebut berada. Dalam Antropologi ini sering digunakan, misalnya mengapa anak-anak sekolah menghormati bendera? Penjelasan fungsional mungkin akan menjawab bahwa penghormatan tersebut akan menjadikan anak-anak itu lebih patriotik.

4. Ramalan dan Kontrol
Hipotesis yang diajukan dapat disyahkan kebenarannya dengan cara yang memungkinkan adanya ramalan dan kontrol. Macam ramalan dan kontrol, yaitu;
a. Hukum; yaitu yang dalam ilmu sosial diartikan sebagai keteraturan yang fundamental yang dapat diterapkan kepada hakekat manusia. Adapun dalam ilmu alam yang sering digunakan adalah hukum grafitasi. Akan tetapi dalam ilmu sosial hukum sudah banyak ditinggalkan dan beralih pada ramalan yang lain.
b. Proyeksi; yaitu bentuk ramalan yang dapat didasarkan atas ekstrapolasi atau proyeksi. Ramalan ini mempelajari kejadian terdahulu dan mebuat pernyataan tentang hari depan. Dan ramalan seperti ini sering menggunakan faktor peluang.
c. Struktur; yaitu ramalan yang didasarkan atas struktur dari benda atau intuisi atau manusia yang bersangkutan. Misalnya kenaikan pangkat pada ketentaraan, dari kopral lalu menjadi sersan dan seterusnya.
d. Institusional; yaitu yaitu ramalan yang didasarkan oleh institusi beroperasi.
Seorang ahli sosial bangsa Amerika, Ruth Benedict, waktu perang dunia ke-2 diminta oleh Departemen Penerangan Amerika Serikat untuk mempelajari bangsa Jepang. Dia tidak pernah mengenal ataupun berkunjung ke Jepang. Namun dengan menyelidiki institusi-institusi sosialnya, dia dapat meramalkan secara tepat bagaimana kelakuan bangsa Jepang jika mereka dikalahkan, serta bagaimana cara angkatan bersenjata Amerika Serikat harus bertindak untuk mengontrol kelakuan tersebut agar selaras dengan yang dikehendaki oleh Amerika.
e. Masalah; yaitu ramalan yang didasarkan pada penentuan masalah apa yang dihadapi oleh manusia dan masyarakatnya. Misalnya suatu negara dengan jumlah penduduk yang amat besar, namun ia tidak dapat meningkatkan produksi pangannya, maka bukan tidak masuk akal jika masalah gawat akan dihadapinya, yaitu kekurangan pangan.
f. Tahap; yaitu perkembangan yang berurutan. Dalam biologi sangat sering digunakan, misalnya biji yang diberi makanan dengan baik akan tumbuh dalam tahap-tahap yang dapat dirumuskan dengan jelas.
g. Utopia; yaitu membayangkan apa yang mungkin terdapat atau terjadi berdasarkan pengetahuan yang kita ketahui sekarang. Misalnya, bumi mengelilingi planit Jupiter, hal ini telah diramalkan berdasarkan pengetahuan teoretis sebelum ditemukan teleskop.

Hasil telaah keilmuan dapat dikomunikasikan kepada masyarakat melalui media-media sebagai berikut;
a. Jurnal keilmuan (yang paling umum)
b. Menerbitkan buku
c. Merbitkan monograf ; yaitu laporan yang lebih panjang dari artikel keilmuan namun lebih pendek dari sebuah buku dan bersifat teknis.
d. Melakukan korespondensi pribadi, berbicara pada konferensi, atau membuat laporan kepada Universitas atau lembaga taertentu.
Kendatipun setiap institusi memiliki gaya dan persyaratan tertentu. Namun ada persyaratan minimum yang diminta oleh Ilmu, yaitu; Kejujuran mutlak, Jelas serta mudah difahami, Cukup terperinci, sehingga orang lain dapat menilai karya tersebut dan Pengakuan terhadap idea orang lain.
Terdapat beberapa contoh khusus yang ekstrim dalam sejarah ilmu, di mana mereka yang meimpin penelitian, setelah menemukan para peneliti yang dia pimpin memalsukan data lalu bunuh diri. Sekali saja seorang ilmuan mengemukakan suatu pernyataan yang salah, atau menyesatkan, sukar sekali bagi para ilmuan lainnya untuk mempercayai lagi dirinya atau karyanya.
Sifat jelas dan dapat difahami adalah perlu agar orang lain mengerti apa yang sedang dilaporkan. Sedangkan perincian yang cukup diperlukan agar ilmuan dapat melakukan penilaian terhadap karya tersebut, atau melakukan pengulangan.
Pengakuan terhadap idea orang lain diperlukan karena dua hal;
- Sopan santun terhadap mereka yang ideanya dipergunakan.
- Lebih penting lagi, tinjauan pustaka dan daftar kepustakaan akan memungkinkan tiap pembaca untuk menempatkan hasil karya itu dalam urutan perkembangan sejarah ilmu secara tepat dan mudah. Dan dalam hal ini juga akan memudahkan penelitian lain, disebabkan oleh pemikiran yang sistematis.

D. Pengaruh Struktur Ilmu dalam Perkembangan Pengetahuan.
Dapat dirasakan sekarang ini bahwa pengaruh struktur ilmu sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, di mana metode yang sistematis ini dapat melahirkan teori-teori baru di berbagai bidang dalam ilmu pengetahuan yang digeluti oleh para ilmuanilmuan modern sekarang ini.
Paling tidak dapat difahami bahwa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sangat mungkin dengan mengikuti langkah-langkah sistematis yang dimiliki oleh struktur ilmu.
Kendatipun sudah muncul kembali sekelompok ilmuan yang mengatasnamakan diri mereka sebagai penganut “PostStrukturalisme”, namun fenomena dalam dunia ilmu pengetahuan aliran sturukturalisme (penganut struktur ilmu) masih mendominasi.


III. KESIMPULAN (ANALISIS DAN KRITIK)

Dari seluruh paparan yang ada, dapat disimpulkan bahwa struktur ilmu merupakan sebuah mekanisme kerja ilmu yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain saling terkait dalam upaya mencari suatu kebenaran dari sebuah pengetahuan yang kemudian dapat disebut sebagai ilmu.
Adapun fungsi struktur ilmu adalah sebagai system yang memproses hipotesis dari suatu masalah yang dimunculkan, kepada kenyataan yang membenarkan atau menolak hipotesis tersebut. Jika sesuai dengan hipotesis maka jadilah ia sebagai temuan ilmiah atau prinsisp-prinsip sebuah pengetahuan ilmiah dan atau yang disebut sebagai ilmu. Adapun jika ternyata menolak hipotesis, maka berhentilah samapi di situ saja.
Terkait dengan pengertian dan fungsi dari struktur ilmu, sangatlah tidak berlebihan jika struktur ilmu dianggap sebagai sebuah metode yang harus dimiliki oleh siapapun yang berkecimpung di bidang pengetahuan, sehingga akan dapat membedakan antara pengetahuan biasa dan pengetahuan yang didapat melalui metode ilmu. Selain itu dengan pengasaan struktur ilmu, memungkinkan juga bagi siapapun untuk menjadi seorang ilmuan yang selalu inten dalam pengembangan pengetahuan.
Pada saat ini para ilmuan cenderung menganut aliran positifisme untuk mendapatkan suatu kebenaran ilmu, oleh karena itu sangat tidak berlebihan jika struktur yang diuraiakan di atas sudah dianggap memadai dalam kajian ilmu pengetahuan dan pengembangannya.

IV. DAFTAR PUSTAKA

John M. Echol dan Hasan Sadeli, Kamus inggeris Indonesia, Gramedia PU, 1996
Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Sebuah Pengantar Populer), Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2003
Jujun S. Suria Sumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1997
Loran Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2