Sabtu, 11 Desember 2010

METODE-METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB DENGAN NAZHARIYAH AL-WIHDAH (INTEGRATED SYSTEM)

1. Metode Gramatika-Terjemah (Thariqah al-Qawâ’id wa at-Tarjamah)
a. Konsep Dasar Thariqah al-Qawâ’id wa at-Tarjamah
Metode ini berdasar pada pemahaman bahwa tata bahasa merupakan bagian dan filsafat dan logika. Belajar bahasa dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah, dan menghapal.Dengan metode ini para pelajar didorong untuk menghapal teks-teks klasik berbahasa asing dan terjemahannya dalam bahasa pelajar, terutama teks-teks yang bernilai sastra tinggi.
b. Karakteristik metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah
Adapun karakteristik metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah adalah sebagal berikut:
1) Tujuan penggunaan metode al-Qawâ’id wa at-Tarjamah adalah agar menguasai keterampilan membaca, menulis dan tarjamah, menguasai qowaid sebagal syarat utama untuk menguasai tiga keterampilan tersebut.
2) Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca karya sastra dalam bahasa target (BT), atau kitab keagamaan.
3) Materi pelajaran terdiri dan: buku nahwu, kamus, dan teks bacaan.
4) Tata bahasa disajikan secara deduktif, yakni dimulai dan kaidah kernudian diikuti contoh-contoh, dan dijelaskan secara rind dan panjang lebar.
5) Kosa kata diberikan dalam bentuk kamus dwibahasa (kosa kata dan terjemahannya).
6) Teks bacaan berupa karya sastra kiasik atau kitab keagaamaan lama.
7) Basis pembelajaran adalah menghapal kaidah tatabahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dan bahasa target ke bahasa pelajar dan sebaliknya.
8) Bahasa ibu pelajar digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar-mengajar.
9) Peran guru aktif sebagai penyaji materi. Peran pelajar pasif sebagai penerima.
c. Langkah-langkah Penyajian:
1) Guru memulai pelajaran dengan menjelaskan definisi butir-butir tata bahasa kemudian memberikan contoh-contohnya.
2) Guru menuntun siswa menghapalkan daftar kosa kata dan terjemahnnya, atau meminta siswa mendernonstrasikan hapalan kosa kata yang teah diajarkan sebelumnya.
3) Guru meminta siswa membuka buku teks bacaan kemudian menuntun siswa memahami isi bacaan dengan terjemahannya kata per kata atau kalimat per kalimat. Atau guru meminta siswa membaca dalam hati kemudian mencoba menejemahkannya per kata atau per kalimat; guru membetulkan terjemahan yang salah dan menerangkan segi tatabahasa (nahwu-sharaf) dan keindahan bahasanya (balâghah). Selain itu guru dapat meminta siswa untuk menganalisis tata bahasa (meng-i’râb).

2. Metode Langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah)
a. Konsep Dasar Ath-Thariqah al-Mubâsyirah
Metode ini dikembangkan atas asumsi bahwa proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing sama dengan bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi, dan dengan menyimak dan berbicara. Sedangkan membaca dan mengarang dikembangkan kemudian. Oleh karena itu pelajar harus dibiasakan berpikir dalam bahasa target, dan penggunaan bahasa ibu pelajar dihindari sama sekali.
b. Karakteristik Metode Langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah)
Karakteristik pokok metode langsung (Ath-Thariqah al-Mubâsyirah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan utama belajar bahasa adaah penguasaan bahasa target secara lisan agar bias dipakai berkomunikasi.
2) Materi pelajaran berupa buku tekas yang berisi daftar kosa kata dan penggunaannya dalam kalimat. Kosa kata itu umumnya kongkrit (hissi) dan ada di ingkungan siswa. Ciri buku teksnya adalah dipenuhi dengan tasmiyah (ma hädzâ...mä dzâ lika.) dan washfiyah (kitabun jadidun ....mistharatun thawilatun) serta pada umumnya bisa diperagakan.
3) Kaidah-kaidah bahasa diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dan contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
4) Kata-kata kongkrit diajarkan melalui demonstrasi, peragaan, benda langsung, dan gambar, sedangkan kata-kata abstrak melalui asosiasi, konteks, dan definisi.
5) Kemampuan komunikasi lisan dilatihkan secara cepat meIaui tanyajawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi.
6) Kemampuan berbicara dan menyimak kedua-duanya dilatihkan.
7) Guru dan pelajar sama-sama aktif. Guru berperan memberikan stimulus berupa contoh ucapan, peragaan, dan pertanyaan, sedangkan siswa hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan, memperagakan, dan sebagainya.
8) Ketepatan pelafalan dan tata bahasa ditekankan.
9) Bahasa target digunakan sebagal bahasa pengantar secara ketat, dan penggunaan bahasa ibu pelajar sama sekali dihilangkan.
10) Kelas dibuat sebagal lingkungan bahasa target tempat siswa berlatih bahasa secara langsung.
c. Langkah-langkah Penyajian:
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh guru dalam menggunakan metode langsung (Ath- Thariqah al-Mubâsyirah) adalah sebagai berikut:
1) Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan menunjuk bendanya atau gambar bendanya, atau gambar benda itu, memperagaakan sebuah gerakan atau mimik wajah. Pelajar menirukan berkali-kali sampal benar pelafalannya dan paham maknanya.
2) Latihan berikutnya berupa tanya-jawab dengan kata tanya: ma, hal, ayna, dan sebagainya, sesuai dengan tingkat kesulitan pelajaran, berkaitan dengan kata-kata yang telah disajikan. Model interkasi bervariasi; biasanya dimulai dengan klasikal, kemudian kelompok, dan akhirnya individual, baik guru-siswa maupun antar siswa.
3) Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan, baik dalam pelafalan maupun pemahaman makna, siswa diminta membuka buku tekas. Guru memberikan contoh bacaan yang benar kemudian siswa diminta membaca secara bergantian.
4) Kegiatan berikutnya adalah menjawab secara lisan pertanyaan atau latihan yang ada dalam buku, dillanjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
5) Bacaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai tambahan, misalnya berupa cerita humor, cerita yang mengandung hikmah, dan bacaan yang mengandung ungkapan-ungkapan indah. Pendek dan menariknya cerita dapat mendorong siswa menghapalnya di luar kepala.
6) Tatabahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.

3. Metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
a. Konsep Dasar Metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
Metode mi dikembangkan bersdasarkan asumsi bahwa pengajaran bahasa tidak bersifat multi-tujuan, dan bahwa kemampuan membaca adalah tujuan yang paling realistis ditinjau dan kebutuhan pembelajar bahasa asing.
b. Karakteristik metode Membaca (Thariqah al-Qirâ’ah)
Adapun karakteristik metode membaca (Thariqah al-Qirâ’ah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan utamanya adalah kemahiran membaca, yaitu agar pelajar mampu memaharni teks ilmiah untuk keperluan studi mereka.
2) Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan penunjang untuk perluasan (qira’ah muwassa’ah), buku latihan mengarang terbimbing dan percakapan.
3) Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan, didahului oleh pengenalan kosa kata pokok dan maknanya, kemudian mendiskusikan isi bacaan dengan bantuan guru. Pemahaman 151 bacaan melalui proses analisis, bukan dengan terjemahan.
4) Membaca diam (qira’ah shâmitah) lebih diutamakan daripada membaca keras (qira’ah jahriyyah)
5) Kaidah bahasa diterangkan seperlunya; tidak boleh berkepanjangan.
c. Langkah-langkah Penyajian Metode Membaca (Thariqah al-Qirâah)
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru dalam menggunakan metode membaca (Thariqah al-Qirâ’ah) adalah sebagai berikut:
1) Pelajaran dimulai dengan pemberian kosa kata dan istilah yang dianggap sulit dan penjelasan maknanya dengan definisi dan contoh dalarn kalirnat.
2) Siswa membaca teks bacaan secara diam selama kurang lebih 25 menit.
3) Diskusi mengenai isi bacaan yang dapat berupa tanya-jawab dengan menggunakan bahasa ibu pelajar.
4) Pembicaraan mengenal tatabahasa secara singkat kalau dianggap perlu.
5) Pembahasan kosa kata yang belum dibahas sebelumnya.
6) Mengejakan tugas-tugas yang ada dalam buku suplemen, yaitu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan, latihan menulis terbimbing, dan sebagainya.
7) Bahan bacaan perluasan dipelajari di rumah dan dilaporkan hasilnya pada pertemuan berikutnya.

4. Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah)
a. Konsep Dasar Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah)
Pendekatan aural-oral didasarkan atas asumsi, antara lain bahwa bahasa itu pertama-tama adalah ujaran. Oleb karena itu pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum pelajaran membaca dan menulis.
Asumsi lain dan pendekatan ini ialah bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh Karena itu, pengajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
Pendekatan aural-oral juga didasarkan atas teori Tata Bahasa Struktural (TBS). Dalam teori ml, struktur tatabahasa dianggap sama dengan pola-pola kalimat. TBS berlawanan dengan Teori Bahasa Tradisional (TBT) dalam hal-hal berikut.
1) TBT menekankan kesemestaan tatabahasa sedangkan TBS menekankan fakta bahwa semua bàhasa di dunia ml tidak sama strukturnya.
2) TBT bersifat preskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang dikatakan baik dan benar oleh para ahli tata bahasa. Sedangkan TBS bersifat deskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh penutur asli dan bukan apa yang dikatakan oleh ahli tata bahasa.
3) TBT mengkaji bahasa dan ragam formal (ragam sastra dan sejenisnya), sedangkan TBS mengkaji bahasa dan ragam informal yang digunakan oleh penutur asli dalam interaksi sehari-hari.
b. Karaktenistik Metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam‘yyah asy-Syafawiyyah)
Karakteristik pokok metode audiohingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pengajarannya adalah penguasaan 4 (empat) keterampilan berbahasa secara seimbang.
2) Urutan penyajiannya adalah menyimak dan berbicara, baru kemudian membaca dan menulis.
3) Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihapalakan.
4) Penguasaan pola kahimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern-practice). Latihan atau drill mengikuti urutan:
Stimulus response reinforcement.
5) Kosa kata dibatasi secara ketat dan selalu dihubungkan dengan konteks kalimat atau ungkapan, bukan sebagal kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
6) Pengajaran sistem bunyi secara sistematis (berstruktur) agar dapat digunakan/dipraktikkan oleh pelajar, dengan teknik demonstrasi, peniruan, komparasi, kontras, dan lain-lain.
7) Pelajaran menulis merupakan representasi dan pelajaran berbicara, dalam arti pelajaran menulis terdiri dan pola kalimat dan kosa kata yang sudah dipelajari secara lisan.
8) Penerjemahan dihindari. Pemakaian bahasa ibu apabila sangat diperlukan untuk penjelasan, diperbolehkan secara terbatas.
9) Gramatika (dalam arti ilmu) tidak diajarkan pada tahap permulaan. Apabila diperlukan pengajaran gramatika pada tahap tertentu hendaknya diajarkan secara induktif, dan secara bertahap dan yang mudah ke yang sukar.
10) Pemilihan materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukkan adanya perbedaan struktural antara bahasa asing yang diajarkan dan bahasa ibu pelajar. Demikian juga bentuk-bentuk kesalahan siswa yang sifatnya umum dan frekuensinya tinggi. Untuk ini diperlukan analisis kontrastif dan analisis kesalahan.
11) Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan siswa dalam memberikan response harus sungguh-sungguh dihindarkan.
12) Penggunaan bahan rekaman, laboratorium bahasa, dan visual aids sangat penting.
c. Langkah-langkah Penyajian Metode Audiolingual (‘Ath-Thariqah as-Sam‘yyah asy-Syafawiyyah)
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru bahasa Arab dalam menggunakan metode Audiolingual (Ath-Thariqah as-Sam’yyah asy-Syafawiyyah) adalah:
1) Penyajian dialog atau bacaan pendek, dengan cara guru membacanya berulang kali, dan pelajar menyimak tanpa melihat teks.
2) Peniruan dan penghapalan dialog atau bacvaan pendek, dengari teknik menirukan bacaan guru kalimat per kalimat secara klasikal, sambil menghapalkan kalimat-kalimt tersebut. Teknik ml disebut mimiclymemorization (mim-mem) technique.
3) Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat daalam dialog atau bacaan pendek, terutama yang dianggap sukar, karena terdapat struktur atau ungkapan yang berbeda dengan struktur dalam bahasa ibu pelajar. mi dilakukan dengan teknik drill.
4) Dramatisasi dialog atau baacaan pendek yang sudah dilatihkan. Para pelajar mendramatisasikan dialog yang sudah dihapalkandi depan kelas secara bergantian.
5) Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesual dengan pola-pola kalimat yang sudah dipelajari.

5. Pendekatan Komunikatif (AI-Madkhalal-Ittashâlly)
a. Konsep Dasar Pendekatakan Komunikatif (Al-Madkhalal-Ittashâlly)
Metode audio-lingual mendapat kritisi dan para praktisi dan para ahli linguistik. Para praktisi merasa tidak puas atas ketidak-efektifan metode mi karena belum mampu membuat pelajar bahasa lancar berkomunikasi dalam bahasa target. Sedangkan para ahli linguistik mengecam dan sisi landasan teoritisnya.
Berikut paparan perbandingan asumsi antara Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Aural-Oral (Audiolingual):
Pendekatan komunikatif:
1) Penggunaan bahasa bersifat kreatif.
2) Penggunaan bahasa mencakup beberapa kemampuan dalam kerangka komunikatif yang luas, sesuai dengan peran dan partisipan, situasi, dan tujuan interaksi.
3) Belajar B-2 seperti belajar B-1, berangkat dan kebutuhan dan minat pelajar.
4) Analisis kebutuhan dan minat pelajar merupakan landasan dalam pengembangan materi pelajaran.
5) Unit yang dijadikan dasar latihan selalu berupa teks atau sepenggal wacana. Kegiatan dimulai dengan pemahaman dan pengungkapan makna. Pada tahap awal, keakuratan formal tidak terlalu diharapkan.
6) Pengajar merancang berbagai peran untuk memungkinkan partisipasi pelajar dalam situasi komunikatif yang luas.
Metode Audiolingual:
1) Belajar bahasa melalui pembiasaan.
2) Penggunaan bahasa mencakup empat kemampuan dasar: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
3) Belajar B-2 seperti belajar B-1, bermula dan menyimak dan berbicara.
4) Analisis kontrastif antara B-1 dan B-2 merupakan basis pengembangan materi pelajaran.
5) Unit yang dijadikan dasar latihan selalu berupa struktur yang lengkap. Kegiatan berupa imitasi, repetisi, substitusi, dan stimulus-respons yang semuanya serba otomatis. Keakuratan sangat diutamakan.
6) Pengajar menjadi pusat dalam kelas.
b. Karakteristik Pendekatan Komunikati
Ada beberapa karakteristik pendekatan komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy) diantaranya:
1) Tujuan pembelajarannya ialah mengembangkan kompetensi pelajar berkomunikasi dengan bahasa target dalam konteks komunikatif yang sesungguhnya atau dalam situasi kehidupan yang nyata. Tujuan PK tidak ditekankan pada penguasaan gramatika atau kemampuan membuat kalimat gramatikal, tetapi pada kemampuan memproduk ujaran yang sesual dengan konteks.
2) Salah satu konsep yang yang mendasar dan PK adalah kebermaknaan dan setiap bentuk bahasa yang dipelajani dan keterkaitan bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa itu.
3) Dalam proses belajar-mengajar, siswa bertindak sebagal komunikator yang berperan aktif dalam aktivitas komunikatif yang sesungguhnya. Sedangkan pengajar memprakarsal dan merancang berbagai pola interaksi antar siswa, dan berperan sebagal fasilitator.
4) Aktivitas dalam kelas diwarnai secara nyata dan dominant ileh kegiatan komunikatif, bukan driil-driil manipulatif dan peniruan-peniruan tanpa makna (tadrib babghâ’iy)
5) Materi yang disajikan harus bervaniasi, tidak hanya mengandalkan buku teks, tapi lebih ditekankan pada bahan-bahan otentik (berita Koran, ikian, menu, KTP, SIM, dan sebagainya). Dan bahan-bahan otentik tersebut, pemerolehan bahasa pelajar diharapkan meliputi bentuk, makna, fungsi, dan konteks social.
6) Penggunaan bahasa ibu dalam kelas tidak dilarang sama sekali tapi diminimalkan.
7) Dalam PK, kesalahan atau kekeliruan siswa ditoleransi untuk mendorong keberanian siswa berkomunikasi.
8) Evaluasi dalam PK ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan pada penguasaan struktur bahasa atau gramatika.
c. Prinsip-prinsip Pendekatan Komunikatif
Ada beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan komunikatif, yaitu:
1) Sedapat mungkin menggunakan teks Arab yang autentik, seperti diambil dan kisah, surat kabar Arab, bukan dan materi dialog/wacana yang sengaja dipersiapkan untuk materi pelajaran bahasa Arab sebagai bahasa Asing, karena materi pelajaran tersebut telah mengalami rekayasa hingga tidak alami lagi. Kemudian bahasa Arab difungsikan sebagai alat komunikasi antar pelajar dalam pembelajaran;
2) Siswa dilatih untuk menggunakan berbagai bentuk dan pola kalimatsedapat mungkin-dalam menggunakan suatu makna;
3) Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan komentar, kesan atau pendapat pribadinya tentang kandungan materi pelajaran yang didengar dan dibacanya. (Pada tahap-tahap awal, kekeliruan berbahasa yang diperbuat siswa dapat ditorerir);
4) Siswa dilatih untuk memahami social budaya Arab yang melatarbelakangi ungkapan-ungkapan Arab yang dipelajarinya;
5) Guru selalu menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga siswa dengan mudah menggunakan bahasa Arab dalam situasi yang hidup, bukan sekedar menghafal mufradat dan pola-pola kalimat secara membeo;
6) Kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa mempunyai peranan penting dalam mengembangkan komunikasi. Teknik-teknik pembelajaran yang biasa digunakan dalam rangka pengembangan komunikasi dimaksud antara lain: bermain peran, teknik problem solving, bermain bahasa. Tiga hal yang menandai suatu kegiatan berbahasa yang komunikatif, yaitu:
a) Adanya information gap (معللوماث فجوة), antara orang pertama dan orang kedua;
b) Kemampuan memilih berbagai alternatif ungkapan sesual dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu (الاخثيا ر علي القدرة),
c) Adanya apa yang disebut sesuai dengan feedback(الرجعية الثغذية).
7) Pernana bahasa ibu perlu ditekan seminimal mungkin.
d. Langkah-langkah Penyajian pendekatana komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy)
Langkah-langkah penyajian pendekatan komunikatif (Al-Madkhal al-Ittashâliy( adalah sebagai berikut:
1) Dialog pendek disajikan dengan didahului penjelasan tentang fungsi-fungsi ungkapan dalam dialog itu dan situasi tempat dialog itu terjadi.
2) Latihan mengucapkan kalimat-kalimat pokok secara perorangan, kelompok, atau klasikal.
3) Pertanyaan diajukan tentang isi dan situasi dalam dialog itu, ditanjutkan pertanyaan serupa tetapi langsung mengenai situasi pelajar masingmasing. Di sini kegiatan komunikatif telah dimulai.
4) Kelas membahas ungkapan-ungkapan komunikatif dalam dialog.
5) Pelajar diharapkan menarik sendiri kesimpulan tentang aturan tatabahasa yang termuat dalam dialog. Guru memfasilitasi dan meluruskan apabila terjadi kesalahan dalam penyimpulan.
6) Pelajar melakukan kegiatan menafsirkan dan menyatakan suatu maksud sebagal bagian dan latihan komunikasi yang Iebih bebas dan tidak sepenuhnya berstruktur.
7) Pengajar melakukan evaluasi dengan mengambil sampel dan penampilan pelajar dalam kegiatan komunikasi bebas.
e. Tahap Pembelajaran dengan Pendekatan Komunikatif
Terdapat dua tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan komunikatif, yaitu:
1) Tahap awal (week version),, yaitu bertujuan memberikan bekal dan situasi kondisi agar siswa dapat menggunakan bahasa secara komunikatif. Kegiatan ml diintegrasikan ke dalam pembelajaran secara keseluruhan, dengan motto(لاسثخد امها اللغة ثعلم)
2) Tahap kedua (strong version), yakni pada intinya adalah terwujudnya pemerolehan pengetahuan bahasa (kgnitif) melalui penggunaan bahasa secara komunikatif, dengan motto لثعلمها اللغة اسثخدام) )
6. Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
a. Konsep dasar Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa:
1) Tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyal segi-segi kekuatan dan kelemahan,
2) Setiap metode mempunyal kekuatan yang biasa dimanfaatkan untuk mengefektitkan pengajaran,
3) Lahirnya metode baru harus dilihat tidak sebagal penolakan kepada metode lama, melainkan sebagai penyempurnaan,
4) Tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru, semua siswa, dan semua program pengajaran,
5) Yang terpenting dalam pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan memenuhi kebutuhan suatu metode,
6) Setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesual dengan kebutuhan pelajar.
b. Langkah-Iangkah Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah)
Terdapat beberapa langkah dalam pemakalan Metode Ekletik (Ath-Thariqah al-Intiqâ’iyyah), yaitu:
1) Metode Eklektik bisa menjadi ideal jika didukung oleh penguasaan guru secara memadai terhadap berbagai macam metode.
2) Metode ini bisa jadi metode “seadanya” atau metode “semau guru”, jika pemilihannya hanya berdasarkan “selera” guru, atau atas dasar “mana yang paling enak dan paling mudah” bagi guru. Apabila ini yang terjadi, maka yang ada adalah ketidakmenentuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar