Minggu, 26 Desember 2010

PENDEKATAN MUTAKHIR PENGAJARAN BAHASA

1. SUGGESTOPEDIA
a. Sejarah Perkembangan
Metode ini dirintis pada musim panas tahun 1975 di Bulgaria ketika sekelompok peminat di Institut Penelitian Pedagogy di bawah Georgi Lozanow melakukan penelitian mengenai pengajaran bahasa asing. Pada awal perkembangannya, suggestopedia hanya dicoba di negara-negara Eropa Timur seperti Uni Soviet, Jerman Timur, dan Hongaria (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:62).
Sebagai seorang dokter, psikoterapis, dan ahli fisika, Lozanov percaya bahwa teknik-teknik releksasi (persantaian) dan konsentrasi akan menolong para pembelajar membuka sumber-sumber bawah sadar mereka dan memperoleh serta menguasai jumlah kosa kata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap daripada yang mungkin pernah mereka pikirkan (Richards dan Rodgers, 1993:142-143). Menurut Lozanow, sebagai landasan yang paling dasar suggestopedia adalah suggestology, yakni suatu konsep yang menyuguhkan suatu pandangan bahwa manusia bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan memberikannya sugesti. Pikiran harus dibuat setenang mungkin, santai, dan terbuka sehingga bahan-bahan yang merangsang saraf penerimaan bisa dengan mudah diterima dan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:63).
b. Karakteristik
Ciri-ciri metode ini mencakup suasana sugestif di tempat penerapannya, dengan cahaya yang lemah lembut, musik yang sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat para pembelajar santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa. (Richards dan Rodgers, 1993:142).
Dalam pengajaran bahasa, suasana tenang yang dibutuhkan dicapai dengan berbagai cara, salah satu di antarnya adalah yoga. Pada saat sebelum siswa mulai pelajaran, siswa diminta untuk melakukan yoga yang tujuan utamanya adalah untuk menghimpun kemampuan yang hipermnestik, yaitu suatu kemampuan supermemory yang luar biasa. Di samping perlunya menggali hipermnesia ini, diperlukan pula atmosfer fisik yang mendukung proses belajar mengajar. Atmosfer ini diciptakan dengan pemilihan ruangan yang kondusif untuk proses pembelajaran. Seperti yang telah disinggung di depan, ruang kelas ini dilengkapi dengan kursi yang enak diduduki dan diatur agar bisa santai dan diterangi dengan lampu-lampu yang redup serta diiringi dengan latar belakng musik yang sesuai dengan jiwa bahan pembelajaran yang diberikan.
Suggestopedia tidak percaya pada penggunaan laboratorium bahasa dan tidak pula percaya pada latihan-latihan struktural yang ketat. Latihan dalam bentuk tubian yang mekanistik dipandang tidak akan mendatangkan hasil yang baik. Sebaliknya, suggestopedia menekankan pada penyerapan mental dari bahan pembelajaran yang diterima untuk kemudian direnungkan, dicamkan, dan dipakai bersama siswa lain di kelas.
Pada umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang. Dialog dalam suggestopedia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada kosa kata dan isi, (2) dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa hidup yang riil, (3) harus secara emosional relevan, (4) memiliki kegunaan praktis, dan (5) kata-kata yang baru diberi garis bawah dan disertai transkripsi fonetis untuk lafalnya (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:64).
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Teknik pelaksanaan pengajaran bahasa dengan suggestopedia sangat unik. Untuk kelas yang intensif, pembelajar bertemu selama empat jam sehari, enam kali seminggu, untuk jangka waktu satu bulan. Dengan demikian, satu paket pelajaran terdiri atas 96 jam tatap muka. Untuk menjaga atmosfer kelas agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan, maka jumlah siswa yang paling ideal adalah dua belas, lebih baik jika terdiri atas 6 pria dan 6 wanita.
Menurut Richards dan Rodgers (1993:150-151; baca juga Soenjono Dardjowidjojo, 1996:64-65; Henry Guntur Tarigan, 1988: 262-263), kegiatan pengajaran bahasa dengan suggestopedia terdiri atas tiga bagian, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pertama, diadakan tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran sebelumnya. Ini dilakukan dalam bentuk percakapan, permainan, sketsa, cerita lucu, dan akting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif. Pada bagian ini, praktik yang mekanistik harus dihindari.
b. Kedua, bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak jauh berbeda dengan cara yang tradisional: bahan disajikan dan diperagakan, diikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog yang dipergunakan sebagai bahan pelajaran harus relevan, riil, menarik, dan dipergunakan sesuai dengan isinya.
c. Ketiga adalah bagian yang disebut séance. Séance adalah pertemuan perkuliahan yang tujuannya ialah untuk reinforcement bahan baru pada taraf bawah sadar. Pada tatap muka ini siswa duduk-duduk dan menyantaikan diri mereka dengan postur duduk yang dinamakan Savasana. Kegiatan séance terdiri dari dua macam, yang aktif dan yang pasif, dan kegiatan ini berlangsung selama satu jam. Pada kegiatan aktif, siswa melakukan kontrol terhadap pernapasan dengan ritme sebagai berikut: 2 detik pertama untuk menarik napas, 4 detik kemudian untuk tahan napas, dan 2 detik terakhir untuk istirahat. Proses ini diulang-ulang selama sekitar 25 menit. Pada dua detik tarikan napas, guru menyajikan bahan dalam bentuk bahasa pertama untuk memberikan siswa kesempatan mengerti apa yang akan disajikan dalam bahasa kedua. Pada detik ketiga sampai keenam, siswa menahan napas dan guru menyajikan bahan dalam bahasa kedua. Pada saat ini siswa boleh melihat buku teks dan mengulang secara mental bahan yang sedang disajikan. Pengulangan mental yang merupakan bagian dari inner speech ini oleh para ahli ilmu jiwa Eropa Timur dianggap sangat bermanfaat untuk mmengembangkan hypermnesia. Pada dua detik terakhir dari siklus pertama ini siswa melakukan istirahat pernapasan untuk selanjutnya mengulangi siklus kedua, ketiga, dan sebagainya. Bagian yang pasif dari séance selanjutnya, yang sering juga disebut bagian konser, berlangsung sekitar 20-25 menit. Pada bagian ini siswa mendengarkan suatu macam musik gaya baroque, yakni bentuk musik yang berasal dari abad ke-17 yang penuh dengan ornamentasi dan improvisasi, efek-efek yang kontrastif seperti tercermin pada karya Bach dan Handel. Para siswa menutup mata dan memeditasikan bahan yang diperdengarkan. Konser ini berakhir dengan bunyi seruling yang cepat dan gembira sehingga tergugahlah para siswa dari meditasi mereka masing-masing.
Apabila prosedur tersebut dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang kondusif, metode suggestopedia akan dapat memberikan hasil yang luar biasa. Dalam hal retensi kosa kata untuk bahasa Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia, rata-rata retensinya mencapai 93,16%. Bahkan setelah diselingi waktu sampai hampir tiga tahun pun retensi kosa kata masih sempurna.
Para penganut Lozanov menghasilkan angka yang berbeda-beda. Dalam percobaannya dengan kata-kata bahasa Spanyol, Bordon dan Schuster menyatakan suggestopedia memberikan hasil 2,5 kali lebih baik daripada metode yang lain. Guru-guru di Iowa sedikit lebih baik, yakni mereka memerlukan hanya sepertiga dari waktu yang diperlukan oleh metode lain. Klaim tertinggi dinyatakan oleh Ostrander dan Schruder yang menyatakan bahywa suggestopedia bisa menghasilkan sampai 50 kali lebih baik daripada metode lain (Bancroft dalam Soenjono Dardjowidjojo, 1996:66).
Di samping keberhasilan seperti yang diuraikan di atas, suggestopedia juga memiliki beberapa kelemahan. Omaggio (1986:85) menyatakan bahwa kelemahan metode ini terletak pada bahan masukan secara pedagogis dipersiapkan terlalu eksklusif dan aspek pemahaman membaca dan menyimak terlalu terbatas. Selain itu, Steinberg (1986:193) mengemukakan bahwa suggestopedia hanya cocok untuk kelas-kelas yang kecil dan belum ada ketentuan dan persiapan bagi tingkat-tingkat menengah dan lanjutan.
Soenjono Dardjowidjojo (1996:66) memberikan kritik yang realistis terhadap penerapan suggestopedia. Menurutnya, apabila metode ini diterapkan di Indonesia maka akan terjadi pertentangan antara prinsip dasar suggestopedia dengan realitas yang dihadapi para guru di sekolah. Sebagai guru bahasa di sekolah, mereka harus mengikuti suatu sistem kurikulum yang berlaku, dan sudah barang tentu sekolah tidak mungkin menyediakan ruang yang besar untuk gerakan fisik siswa atau pun ruangan yang nyaman dengan musik klasik, dekorasi ruang yang cerah, dan persyaratan penciptaan kondisi suggestopedia lainnya.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Menguasai jumlah kosa kata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap.
• Para pembelajar cenderung santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa.
2. Kekurangan
• Suggestopedia tidak percaya pada penggunaan laboratorium bahasa dan tidak pula percaya pada latihan-latihan struktural yang ketat.
• Bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang.
2. COMMUNITY LANGUAGE LEARNING (CLL)
a. Sejarah Perkembangan
Community language learning (CLL) tumbuh dari suatu ide untuk menrapkan konsep psikoterapi dalam pengajaran bahasa. Dalam eksperimen yang dimulai tahun 1957, Charles A. Curran menerapkan konsep psikoterapi dalam bentuk konseling. Metode CLL dikembangkan oleh Charles A. Curran, profesor psikologi di Universitas Loyola. Metode ini mengacu kepada dua peran: bahwa dari maha mengetahui (guru) dan siswa (pelajar). Juga metode menarik pada metafora konseling dan mengacu pada peran-peran masing-masing sebagai seorang konselor dan klien. Menurut Curran, konselor membantu klien memahami masalah sendiri lebih baik dengan 'menangkap esensi dari kepedulian klien terkait mempengaruhi kognisi berlaku, pemahaman klien dan menanggapi secara terpisah namun perhatian. Untuk menyajikan kembali, blends konselor apa klien merasa dan apa yang dia belajar untuk membuat pengalaman yang bermakna. Seringkali, peran ini mendukung membutuhkan pengeluaran energi yang lebih besar daripada rata-rata 'guru yang'.
Tugas pelajar bahasa asing, menurut CLL adalah untuk menangkap sound system bahasa arti dasar untuk menetapkan unit leksikal individu dan membangun tata bahasa dasar. Dalam tiga langkah, yang menyerupai CLL pendekatan alam untuk mengajar bahasa di mana seorang pelajar tidak diharapkan untuk berbicara sampai ia telah mencapai beberapa tingkat dasar pemahaman.
b. Karakteristik
Pendekatan jenis ini agak berbeda dengan pendekatan-pendekatan sebelumnya. Community language learning lebih ditujukan untuk menghilangkan kecemasan atau ketakutan (anxiety) peserta didik saat mempelajari bahasa kedua. Konsekuensinya, pendekatan tersebut lebih menekankan ke arah bimbingan konseling daripada pengajaran biasa. Oleh karena itu, guru lebih berposisi sebagai pembimbing yang melatih peserta didiknya. Peserta didiknya pun dipandang sebagai klien, sehingga hubungan antara guru dan peserta didik adalah ibarat pembimbing dan klien.
Pembelajaran berdasarkan atas kesulitan peserta didik. Tujuan dari pembelajaran sendiri adalah untuk membangun hubungan komunikasi dan menghilangkan ketakutan dalam peserta didik saat ia mempelajari bahasa kedua. Terdapat lima tahapan yang dilalui oleh peserta didik menggunakan pendekatan ini. Pertama, peserta didik (klien) masih menggunakan bahasa pertamanya untuk menyampaikan harapan dan keinginannya. Kedua, klien mulai berani menggunakan bahasa keduanya di dalam kelas. Ketiga, klien berani mengungkapkan berbagai hal dengan bahasa keduanya, dan menganggap semua orang di dalam kelas memahami ungkapan tersebut. Keempat, klien bebas menyampaikan ungkapan dengan bahasa kedua dan terjadi hubungan komunikasi dengan peserta didik lain. Kelima, klien dapat menjadi pembimbing untuk membimbing bahasa kedua kepada klien baru lainnya.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
1. Prinsip Dasar CCL
Karena latar belakang pendidikan formal Curren adalah psikoterapi, dia mempararelkan konsep pengajaran bahasa sebagai personal antara seorang ahli ilmu iwa de ngan seorang pasien. Hal ini tercermin dari istilah yang dipakai “client” sebutan untuk para counselor (mahasiswa/guru). Anggapan ini didasrkan bahwa pada saat seorang terjun dalam dunia atau arena yang batru seperti proses belajar-mengajar bahasa dia dikodratidengan berbagai cirri anusia sebagaimana manusia pada umumnya. Dalam lingkungan yang balru dimana dia merasa asing, dia di hinggapi oleh rasa taka man (insecurity), rasa keterancaman (threat), rasa ketidakmenentuan (anxiety), konflik dan berbagai perasaan lain yang secara tak tersadari menghalang-halangi dia untuk maju. Landasan dasar dalam CCL, berbeda jauh dari konsep diatas, tugas utama seorang konselor adalah untukmenghilangkan, atau paling tidak mengurang segala persaan negative para klientnya. Seorang konselor dituntut untuk memiliki s,ikap yang fasilitatif, baik dalam menularka pengetahuannya dan para klien maju dalam satu tahap demi tahap.
Dalam kaitannya dengan dengan keadaan psikologi para siswa. Curran mengajukan enam konsep yang diperlukan untuk menumbuhkan “learning”. Enam konsep ini dicakup dalam satu singkatan yaitu, SARD:
- Security (rasa aman)
- Attention- aggression (perhatian –peran aktif siswa)
- Retention-reflection, dan (refleksi/intropeksi atau tes)
- Discrimination (penjelasan)
2. Tahap Penguasaan
Tahap penguasaan dibagi menjadi lima bagian :
1. Embryonic stage (madasen di celce-murcia & Mcintosh, 1978:35), adalah tahap dimana ketergantungan siswa pada gurunya adalah 100 atau mendekati 100%. Pada tahap ini rasa ketidak menetuan siswa menghalang-halangi dia untuk memakai bahasa asing terutama di depan gurunya dan orang-orang lain yang dia tidak kenal. Tugas guru adalah untuk menghilangkan atau menguarangi perasaaan seperti ini dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan yang layak. Siswa diminta supaya aktifitas yang menjadi minat mereka untuk menyebutkannya dan melakukannya. Kemudian diminta untuk merefleksikan.
2. Self-Assertion Stage, tahap dimana siswa telah mendapat dukungan moral dari rekan senasibnya taupun dari guru mereka. Dan mereka telah mencoba untuk menemukan jati diri mereka sebagai penutur bahasa asing. Pada tahap ini tentu saja bahasa yang mereka gunakan barulah dalam bentuk yang sangat sederhana yang oleh slingker disebut interlanguage, serta ungkapan-ungkpan yang mereka gunakan masih dalam bntuk elementary.
3. Birth Stage, siswa secara bertahap mulai mengurangi pemakaina bahasa ibunya. Dia mulai terbiasa memkai bahasa kedua. Pada tahap ini guru atau konselor harus bertindak bijaksana dan memperhatika segala aspek yang timbul pada tahap ini, dan harus mampu mengatasi lproblem yang dihadapi oleh siswa dengan pendekatan psikologi.
4. Pada tahap ini, siswa tidak lagi banyak diam pada waktu proses embelajaran berlangsung, mereka sudah harus aktif berbicara.
5. Pada tahap terkahir adalah “independent Stage”, tahap dimana siswa telah menguasai semua bahan yang akan dibahas, dan siswa sudah bisa memperluas bahasanya dan memelajalri ula aspek-aspek social dan budaya ada penutur asli.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Metode ini bisa mengatasi beberapa factor afektif yang bersifat mengancam dalam pengajaran bahasa ke-dua (L2)
• Metode ini boleh jadi merupakan sebuah metode yang sangat berguna jika: Guru mencoba menghindari tahap ketergantungan penuh sejak permulaan; Atau menyediakan lebih banyak petunjuk (directiveness) daripada advokasi CLL.
2. Kekurangan
• Penasihat-guru bisa menjadi sangat menggurui (directive)
• Metode ini bergantung pada strategi pembelajaran induktif
• Keberhasilan CLL sangat tergantung pada keahlian menerjemah seorang penasehat (konselor)
3. SILENT WAY
a. Sejarah Perkembangan
Metode Diam, yang dikembangkan tahun 1960-an oleh Caleb Gattengno, dilandasi dengan keyakinan bahwa siswa hendaknya belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru. Gattengno berpendapat bahwa siswa akan belajar lebih baik bila dia mengembangkan tanggungjawab personal atas pembelajarannya sendiri. Jadi, untuk banyak pelajaran, guru tetap diam [bungkam]. Belajar dipandang lebih utama daripada mengajar. Para siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna. Para siswa diperkenalkan dengan materi baru dengan menggunakan tongkat Cuisinare (tongkat-tongkat kecil berwarna dengan ukuran panjang yang beragam) dan serangkaian peta dinding (wall chart). Setelah guru memperkenalkan materi itu, tinggal terserah para siswa untuk menentukan apa yang akan mereka pelajari dan bekerja secara independen untuk mencapai tujuan akademis mereka. Aspek-aspek tertentu dari pendekatan ini, sperti penggunaan tongkat Cuisinare (Cuisinare rod) dan pengembangan kemandirian siswa, masih tetap digunakan. Namun, penggunaan pendekatan ini sudah jarang diterapkan karena dipandang tidak praktis di ruangan kelas, siswa membutuhkan dan menginginkan masukan [input] yang lebih banyak dari guru.
b. Karakteristik
Pendekatan jenis ini digunakan agar peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran di dalam kelas. Guru lebih terkonsentrasi dalam mencermati bagaimana peserta didik berucap dan bagaimana mereka mengucapkan ekspresi- ekspresi tersebut. Guru pun berupaya agar peserta didik mampu mengucapkan berbagai macam kata dengan cara memproduksi kata yang benar, di samping itu untuk melatih spontanitas penggunaan bahasa kedua dalam situasi apapun.
Pendekatan ini nampaknya cocok sekali dalam pembelajaran speaking dan listening. Hal ini dikarenakan guru tidak diperbolehkan memberi tahu kosakata atau ekspresi yang tidak dikenal oleh peserta didik dengan menggunakan bahasa pertama, melainkan hanya menggunakan gerak tubuh (gesture) atau mimik muka.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
1. Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan pemahamannya terhadap proses pembelajaran bahasa pertama sebagai dasar untuk membuat prinsip-prinsip mengajar bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar pembelajar kembali ke cara bayi belajar.
Gattegno mengusulkan artificial approach yang didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan sebuah komitmen diri pada pemerolehan bahasa melalui kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran daripada pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri pembelajar sebagai fokus. Diri yang dimaksud di sini terdiri atas dua sistem, yaitu sistem pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran diaktifkan oleh kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence para pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya. Silence, yang menghindari pengulangan, menjadi alat bantu bagi kesadaran, konsentrasi, dan kesiapan mental.
Sistem pemerolehan memungkinkan kita untuk mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan memungkinkan komunikasi bahasa berlangsung. Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui pengulangan mekanis. Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar ‘secara sadar’, kekuatan kesadaran seseorang dan kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih besar. Karena itu, Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah apa yang disebut para psikolog sebagai Learning to learn. Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan. Kegiatan koreksi diri melalui kesadaran diri inilah yang membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran bahasa yang lain. Tetapi Silent Way bukanlah semata-mata sebuah metode pengajaran bahasa. Gattegno melihat pembelajaran bahasa melalui silent way sebagai pengembalian potensi dan kekuatan diri. Tujuan Gattegno bukanlah sekedar pembelajaran bahasa kedua, melainkan pendidikan untuk kepekaan dan kekuatan spiritual individu.
Tujuan umum Silent Way adalah mengajarkan pembelajar bagaimana cara belajar bahasa, dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui proses pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua dapat digunakan untuk mempelajari segala hal lain yang belum diketahui.
2. Strategi
a) Guru memperkenalkan bunyi atau struktur tertentu [khusus] dengan menunjuk kepada peta Cara Bungkam atau menggunakan tongkat Cuisinare untuk mendemonstrasikan suatu struktur atau poin tatabahasa.
b) Kemudian siswa memikirkan apa yang mereka pelajari dan mereproduksi bunyi atau struktur itu.
c) Diantara beberapa aktifitas atau sesi, para siswa boleh mengemukakan pertanyaan kepada guru.
d) Guru kemudian memperkenalkan bunyi atau struktur lainnya dengan cara yang sama.
e) Siswa lagi-lagi memikirkan maknanya dan mereproduksi bunyi atau struktur itu.
f) Akhirnya, para siswa idealnya mampum mengkkombinasikan bunyi-bunyi dan struktur-struktur tadi untuk menciptakan jalinan bahasa [benang-benang bahasa] yang lebih panjang.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Siswa belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru.
• Siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna.
• Pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya.
2. Kekurangan
• Dipandang tidak praktis di ruangan kelas.
4. NATURAL APPROACH
a. Sejarah Perkembangan
NA dirintis pada tahun 1976 oleh seorang linguis bernama Tracy D. Terrel. Pandangannya adalah penguasaan bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition), bukan pembelajaran (learning). NA juga bekerja sama dengan Teori Monitor yang diajukan oleh Stephen D. Krashen.
Istilah NA atau pendekatan alamiah didasarkan atas pandangan bahwa penguasaan (mastery) suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition) bahasa itu dalam konteks yang alamiah dan kurang pada pembelajaran aturan-aturan yang secara sadar dipelajari satu persatu. Karena adanya kaitannya antara pemerolehan dan pembelajaran, logislah jika perkembangan terakhir pendekatan alamiah ini bergandengan tangan dengan teori monitor yang diajukan oleh Stephen D Krashen pada tahun 1978. Kerjasama antara Terrel dan Krashen menghasilkan buku metode yang lengkap untuk metode ini, yakni sebuah buku yang berjudul The Natural Approach : Language Acquisition in The Clasroom.
Dalam NA, siswa harus didorong untuk berkomunikasi. Kompetensi komunikasi siswa tidak harus sempurna karena dalam kehidupan nyata ada hal-hal di luar bahasa yang membantunya memahami ajaran yang ia dengar. Dengan kata lain, pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic. Krashen berpedoman bahwa hal ini wajar karena orang dewasa telah melampui keplastisan otaknya, tidak seperti anak kecil saat memperoleh bahasa ibunya.
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam berkomunikasi. Hanya dikatakan bahwa NA lebih baik daripada Metode Langsung.
b. Karakteristik
Dalam NA, siswa harus didorong untuk berkomunikasi. Kompetensi komunikasi siswa tidak harus sempurna karena dalam kehidupan nyata ada hal-hal di luar bahasa yang membantunya memahami ajaran yang ia dengar. Dengan kata lain, pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic. Krashen berpedoman bahwa hal ini wajar karena orang dewasa telah melampui keplastisan otaknya, tidak seperti anak kecil saat memperoleh bahasa ibunya.
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam berkomunikasi. Hanya dikatakan bahwa NA lebih baik daripada Metode Langsung.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Prinsip-prinsip pendekatan alamiah (NA)
1) Pada tahap awal bertindak sebagai pendengar. Oleh karena itu ia tidak diwajibkan menguasai sebuah kata dan gramatika yang diucapkan si penutur asli. Penutur asli adalah ‘msein’ yang mampu mengkreasikan segala macam wujud bahasa selama wujud itu dimungkinkan di dalam sistem bahasa yang bersangkutan.
2) Pada tahap berikutnya, pembelajar bertindak selaku pembicara. Sebagai pembicara pada mulanya si pembelajar juga tidak diharapkan menguasai apalagi secara sempurna semua bentuk gramatika , lafal yang baik, kata-kata yang tepat dan lain-lainnya.
3) Banyaknya kesalahan dan ketidaktepatan yang dilakukan oleh pembelajar pada taraf permulaan adalah hal yang wajar, sama halnya dengan anak kecil yang belajar bahasa ibunya sendiri. Anak kecil dibarengi dengan pertumbuhan biologisnya dan dirangsang oleh masukan-masukan kebahasaan yang datang dari alam sekitarnya.
4) Bahasantara (interlanguage) merupakan ragam yang pasti ada pada pembelajar yang sedang belajar bahasa kedua. Oleh karena itu, keberadaannya tidak perlu dirisaukan. Implikasi dari sikap ini adalah bahwa koreksi terhadap kesalahan pembelajar tidak dilakukan pada waktu proses belajar di kelas, melainkan di luar kelas pada waktu pelatihan-pelatihan atau pekerjaan rumah yang khusus dimaksudkan untuk itu.
5) Penekanan pada komunikasi mengharuskan pendekatan alamiah menyajikan kosakata dalam jumlah banyak. Hal ini diperlukan karena di dalam pendekatan alamiah, komprehensi dan produksi benar-benar dibedakan. Selama pembelajar belum merasa siap untuk berbicara, ia tidak diminta berbicara.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Siswa harus didorong untuk berkomunikasi.
• NA lebih baik daripada Metode Langsung
2. Kekurangan
• Pelajar NA kurang mulus dari segi linguistic
5. TOTAL PHYSICAL RESPONSE
a. Sejarah Perkembangan
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.
Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi.
b. Karakteristik
Menurut Richards J dalam bukunya Approaches and Methods in Language Teaching, TPR didefinisikan: “a language teaching method built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”. Jadi metode TPR (Total Physical Response) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran. Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.
c. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa antara lain:
a.Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill ), merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
b.Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c.Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dll.
d.Presentasi dengan OHP atau LCD
e.Aktivitas membaca (Reading) dan menulis (Writing) untuk menambah perbendaharaan kata (vocabularies) dan juga melatih pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.
Teori pembelajaran bahasa TPR yang diterapkan pertama kali oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa pandangan para psikolog, misalnya Arthur Jensen yang pernah mengusulkan sebuah model 7-langkah unutk mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat mirip dengan pandangan Asher tentang penguasaan bahasa anak. Asher menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu:
1.Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua.
2.Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan.
3.Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.
d. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
• Mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik.
• Mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak.
2. Kekurangan
• Metode pembelajaran bahasa cenderung disusun pada koordinasi perintah.








DAFTAR PUSTAKA


E. Sadtono. 1996. “Kompetensi Komunikatif: Mau ke Mana?” dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Henry Guntur Tarigan 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

M.F. Baradja. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang.

Muljanto Sumardi (ed). 1996. “Pendekatan Humanistik dalam Pengajaran Bahasa”. dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Omaggio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context: Proficiency Oriented Instruction. Boston: Heinle & Heinle Publishers, Inc.

Soenjono Dardjowijojo. 1996. “Lima Pendekatan Mutakhir dalam Pengajaran Bahasa” dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pelita Sinar Harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar